Minggu, 18 Desember 2011

KONSEP SERTA PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG BERMAKNA DI PERGURUAN TINGGI

A. Pendahuluan
Dosen mempunyai peran dan kedudukan strategis dalam keseluruhan proses pendidikan, terutama dalam pendidikan formal, bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. Sehubungan dengan ini, G.F. Moody (Rochman Natawidjaja, 31:1988) mengemukakan pendapatnya, bahwa sesungguhnya keberhasilan dari suatu masyarakat yang teratur sangat bergantung kepada dosen.
Dosen bukan sekadar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai penerap metode mengajar, melainkan dosen adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan mahasiswa. Sehubungan dengan ini, H.W. Bernard (Rochman Natawidjaja, 32:1988) menyatakan, bahwa pribadi dosenlah yang menentukan mutu dan arah pertumbuhan mahasiswa.
B. Konsep serta Peran Bimbingan dan Konseling dalam Proses Belajar Mengajar yang Bermakna
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan perguruan tinggi. Jadi, bimbingan dan konseling itu merupakan salah satu tugas yang seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidik yang bertugas di perguruan tinggi termasuk dosen.
Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah suatu proses pemberian bantuan kepada mahasiswa yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mahasiswa tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan kampus, keluarga, serta masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Peran bimbingan dan konseling itu merupakan kompetensi penyesuaian interaksional yang merupakan kemampuan dosen untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik mahasiswa dan suasana belajar mahasiswa.
1. Peran Bimbingan dalam Kegiatan Belajar Mahasiwa
Perlakuan dosen yang dikemukakan tersebut merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar mahasiswa. Unsur lainnya, diantaranya, yaitu tujuan, pribadi siswa, dan fasilitas lainnya. Kegiatan belajar mahasiswa merupakan perpaduan semua unsur yang dimaksud. Keberhasilan belajar mungkin akan kurang, apabila salah satu dari unsur itu tidak memadai keadaanya.
Pribadi dosen, dalam hal ini mencakp pandangannya tentang mengajar, kekuatan pribadinya, serta pandangan dan filsafat hidupnya. Dalam hal ini, termasuk pandangan dan kepeduliannya tentang bimbingan.
2. Peran Bimbingan dalam Interaksi Dosen Mahasiswa dalam Proses Belajar Mengajar.
Dalam keseluruhan transaksi mengajar (proses belajar mengajar) itu terdapat tiga aspek perbuatan pokok yang selalu terjadi, yaitu pengajaran (instruction), kepemimpinan (leadership) dan penilaian (evaluation). Dalam kepemimpinan, ada unsur pokok peran bimbingan, yaitu memberi kemudahan (facilitation) dan pemeliharaan (maintenance).
Dalam proses belajar-mengajar, hendaknya dosen memelihara iklim psikologis kelas supaya terjadi suasana gembira, bersemangat kerja, berkompetisi secara sehat, tiada tekanan serta terpupuk keinginan untuk maju dan berprestasi.
3. Peran Bimbingan dalam Interaksi Manusiawi
James E. Weigand berpendapat, bahwa proses belajar mengajar terpusat pada diri mahasiswa dengan membangun kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan, serta memanfaatkan kompetensi dosen, terarah pada pendidikan yang mempribadi (personalizing education) melalui interaksi manusiawi antara mahasiswa dan dosen.
Kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan itu dikhususkan pada unsur-unsur berikut :
a. Kebebasan untuk menjelajah (explore)
Suasana belajar yang baik memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan dan cara yang bervariasi.
b. Waktu yang cukup untuk menjelajah
Kecukupan waktu ini disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Kondisi ini sangat penting, mengingat bahwa proses belajar itu menyangkut proses berpikir, dan proses berpikir itu memerlukan waktu.

c. Pemanfaatan dan penerimaan terhadap jawaban yang salah
Seorang mahasiswa yang memberikan jawaban salah kepada dosen, dan secara langsung disalahkan dan ditolak oleh dosen, cenderung mengalihkan kegiatannya ke luar proses belajar dan keluar interaksi belajar mengajar.
Sebaliknya apabila jawaban yang salah itu diterima dan dikejar dengan suatu pertanyaan tambahan, maka mahasiswa akan segera mengetahui kesalahannya, kemudian menemukan sendiri jawaban yang benar.
d. Tidak terlampau peduli (lesser concern) terhadap kurun waktu belajar.
Banyak dosen yang terlalu ketat terikat pada waktu yang tersedia untuk belajar dan cenderung untuk mengakhiri kegiatan belajar tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan setiap mahasiswa memiliki kecepatan belajar sendiri-sendiri.
e. Tidak terlampau peduli terhadap verbalisasi
Dalam menilai keberhasilan mahasiswa belajar, seharusnya seorang dosen tidak terjebak oleh kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi secara verbal. Kemampuan tersebut memang penting dan merupakan alat untuk menyatakan hasil belajar, sekaligus merupakan salah satu hasil belajar.
Siswa yang tidak mampu menyatakan pikirannya dengan kata-kata yang memadai, pada umumnya mempergunakan komunikasi non verbal (body language). Oleh karena itu, seyogyanya dosen memahami komunikasi non verbal.
Wahana yang efektif untuk dapat terpadunya pengembangan kondisi belajar dan penerapan kompetensi untuk menunjang kelestarian hasil belajar pada diri mahasiswa ialah interaksi manusiawi di antara mahasiswa dan dosen. Interaksi manusiawi dapat menjadikan pengajaran sebagai pendidikan yang mempribadi.
Pendidikan mempribadi ini berasumsi bahwa hasil pengajaran atau pendidikan bukan hanya berupa kepatuhan akan kaidah dan peraturan yang diajarkan, atau identifikasi terhadap perilaku pendidiknya, melainkan sampai pada internalisasi norma dan nilai yang diinginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar