A. Hakikat Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada awalnya suatu sistem yang dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannya, serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam rangka strategi hidupnya. Ilmu pengetahuan pada awalnya diciptakan dan dikembangkan untuk membuat hidup manusia lebih mudah dan lebih nyaman untuk dinikmati, artinya ilmu diciptakan dan dikembangkan sebagai sarana untuk membantu manusia meringankan beban kehidupannya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, khususnya pada abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, ilmu tidak lagi sebagai sarana kehidupan bagi manusia, tetapi telah menjadi substantif yang menguasai kehidupan umat manusia baik secara ekstensif maupun intensif. Cara kerja ilmu adalah cara kerja berpikir manusia yang mempertanyakan tentang seluk-beluk ilmu pengetahuan. Manusia berpikir maka manusia menguasai ilmu. Ilmu berkembang dan makin bermanfaat bagi manusia berkat kemampuan manusia. tanpa kemampuan berpikir manusia, maka ilmu tidak mungkin tumbuh, berkembang, dan bermanfaat. Selain manusia dikaruniai akal untuk berpikir, manusia dikaruniai hasrat ingin tahu dan rasa ketidakpuasan. Hasrat ini diwujudkan dengan bertanya-tanya tentang dunia. Bertanya adalah wujud dari rasa ingin tahu.
Melalui sejarah perkembangan ilmu, kita dapat memahami makna kehadiran ilmu bagi umat manusia. Sejarah perkembangan ilmu itu sendiri merupakan suatu tahapan yang terjadi secara periodik. Setiap periode menampilkan cirri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Mohammad Hatta menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu lahir karena manusia dihadapkan pada dua masalah, yaitu alam luaran (kosmos) dan soal sikap hidup (etik). Ilmu-ilmu alam senantiasa memandang alam dari satu jurusan melalui ukuran atau metode dan saran tertentu dengan peninjauan tertentu pula. Ilmu alam mencari keterangan mengenai benda-benda di alam yang dapat diketahui dengan pancaindera. Cabang-cabang ilmu alam muncul pertama kali adalah ilmu perbintangan (astronomi) disusul matematik yang merupakan sarana berpikir. Kemudian disusul ilmu fisika, kimia, botani zoology, ilmu bumi dan lain-lain. Pada awalnya ilmu-ilmu itu hanya bersifat teoritik, manusia semata-mata ingin mengetahui sifat-sifat benda dan kodrat alam. Ketika manusia menerapkannya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam kehidupannya, maka timbullah ilmu-ilmu praktik seperti: teknik, agraria, kedokteran, dan lain-lain. Ilmu sosial timbul karena manusia menyadari akan adanya masalah dalam hubungan manusia di dalam suatu masyarakat.
Seorang berfilsafat diumpamakan seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. ia ingin melihat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya, kaitan ilmu dengan moral, dan kaitan ilmu dengan agama. Karakteristik berpikir filsafat yang kedua adalah sifat mendasar. Dia tidak percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Apakah criteria kebenaran itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti sebuah lingkaran yang melingkar. Lalu bagaimana menentukan titik awal untuk membuat lingkaran tersebut? Dalam hal ini kita hanya berspekulasi. Inilah cara berpikir filsafat yang ketiga, yaitu spekulatif. Pada tataran ontology, ilmu pengetahuan adalah hasil proses kegiatan refleksi ilmuan atau pemikir dalam mengahadapi masalah yang menyangkut dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Sarana berpikir filsafat berupa pertanyaan reflektif untuk mempertanyakan kembali jawabannya. Ada beberapa macam proses kegiatan refleksi, yaitu;
1. Kegiatan refleksi spekulatif, merupakan kegiatan pokok dalam berfilsafat. Berarti membuat dugaan-dugaan yang masuk akal yang dapat dipertanggung-jawabkan mengenai sesuatu yang tidak berdasarkan bukti. Ini merupakan kegiatan akal manusia yang dengan melalui kemampuannya dalam imajinasi yang berdisiplin untuk menghadapi secara efektif persoalan-persoalan filsafat yang menantang akal.
2. Kegiatan refleksi deskripsi, adalah suatu uraian yang terperinci mengenai suatu yang terdiri dari aspek-aspeknya yang penting. Berarti memberikan keterangan bagaimana hal itu terjadi. Dengan demikian keterangan dapat dipandang sebagai tujuan langsung dari suatu deskripsi.
3. Kegiatan refleksi analisis, dimaksudkan sebagai penjelasan arti istilah-istilah yang menjadi dasar pada penyelidikan filsafat. Gilbert Ryle dan Moris Schlick menganggap analisis sebagai fungsi yang tunggal dan menyeluruh dari filsafat harus didefinisikan sebagai pencarian arti atau kegiatan menemuksn srti. Menurut konsepsinya filsafat adalah suatu kegiatan, kegiatan mental tentang penjelasan gagasan-gagasan dengan suatu analisis terhadap arti-arti.
4. Kegiatan refleksi evaluasi, merupakan penaksiran tentang sifat nilai yang melekat pada suatu hal. Memberi nilai berarti menetapkan patokan-patokan nilai dan pertimbangannya. Hasil-hasil pertimbangan tersebut menjadi pedoman bagi pilihan-pilihan yang dibuat oleh manusia.
5. Kegiatan refleksi komprehensif, adalah kegiatan mengerti dengan sungguh-sungguh tentang masalah, fakta, dan gagasan. Pemahaman dapat dicapai melalui lima cara, yaitu (1) menyatukan dan menghubung-hubungkan berbagai fakta atau gagasan, (2) mendeduksikan sesuatu dari premis-premis, (3) menyesuaikan berbagai fakta baru dengan pengetahuan yang mapan, (4) meninjau gagasan dalam hubungannya dengan ketepatan dan kepentingannya, dan (5) menghubungkan suatu fakta dengan sesuatu yang diketahui, universal, dan terikat pada kaidah.
6. Kegiatan refleksi penafsiran, merupakan kegiatan akal untuk memberikan arti pada pengalaman manusia. Tujuannya adalah dapat dipahaminya sesuatu yang dialami manusia. Melalui penafsiran dan mungkin penafsiran kembali suatu pengalaman atau peristiwa dapat memperoleh pemahaman rasional yang sempurna, dapat dinilai secara benar.
Semua kegiatan refleksi yang sudah dikemukakan itu merupakan aspek ontologi dari ilmu pengetahuan baik sebagai proses proses maupun sebagai produk. Secara sederhana, ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan. Tetapi kumpulan pengetahuan tidak sama dengan ilmu pengetahuan. Hanya kumpulan pengetahuan yang memiliki syarat-syarat tertentu yang dapat dikatakan ilmu pengetahuan. Mencari ilmu secara jelas dan khas merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh para ilmuan untuk memperoleh pengetahuan. Rangkaian aktivitas ini menggunakan pikiran yang menyangkut pengertian dan pemahaman, serta mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang mengarahkan aktivitas. Tujuan umum yang ingin dicapai oleh para ilmuan adalah mencapai kebenaran mengenai sesuatu hal. Kebenaran tersebut bagi para ilmuan akan memberikan pemahaman mengenai alam semesta, tentang dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat. Ilmu juga diarahkan pada tujuan penerapan, yaitu melaksanakan berbagai pengetahuan yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Ada tiga arti mengenai ilmu pengetahuan, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan sebagai produk adalah pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenaranya oleh masyarakat ilmuan. Pengetahuan ilmiah terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan-kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, atau dibantah oleh seseorang.
2. Ilmu pengetahuan sebagai proses adalah kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang dipakai adalah analisis rasional objektif, sejauh mungkin bersifat impersonal dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang diamati.
3. Ilmu pengetahuan dalam masyarakat adalah dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan, yaitu universal, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme. Universal berarti bahwa ilmu pengetahuan itu bebas dari warna kulit, ras, keturunan maupun keyakinan agama. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik masyarakat. Tanpa pamrih berarti ilmu pengetahuan bukan propaganda. Skeptisisme yang teratur berarti keinginan untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada nalar dan keteraturan berpikir.
Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu pengetahuan, yaitu; (1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya system dalam penelitian maupun harus tersusun logis. (2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan. (3) Universal ilmu pengetahuan. (4) Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif. (5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. (6) Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi. (7) Kritis, artinya tidak ada teori terbuka bagi ilmiah yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru. (8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.
Filsafat ilmu merupakan telaahan melalui proses tanya jawab secara radikal tentang ilmu. Misalnya :
Apakah bahsa itu? Bagaimana wujud hakiki dari bahasa? Bagaimana jenis dan ragam bahasa? terdiri dari unsure apa sajakah bahasa? Bagaimana bagian-bagiannya?
Apakah bahasa wujud yang dapat diajarkan? Bagaimana memahami kemahiran bahasa sebagai sarana dan bahasa sebagai ilmu? Bagaimana pendekatan< metode, dan cara mempelajari bahasa?
Untuk apa bahasa dipelajari dan apa manfaat ilmu bagi manusia? Apakah dengan kemahiran bahasa, manusia dapat menjadi sejahtera, dan masyarakat menjadi aman atau bahkan sebaliknya menjadi tidak aman?
Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat dikelompokkan berdasarkan ntingkat jawaban yang hendak diperolehnya, karena studi ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh hakikat jawaban tertentu. Kelompok pertanyaan pertama bertujuan menggali dan memperoleh jawaban tentang apa adanya, baik syarat maupun hakikat adanya sesuatu, tentang keberadaan sesuatu. kelompok pertanyaan kedua hendak menggali hakikat cara bagaimana ilmu pengetahuan itu berkembang, dipelajari, dan dimanfaatkan. Kelompok pertanyaan ketiga hendak mendalami persoalan nilai, manfaat, dan kaidah moral keilmuan bagi manusia. Dengan bahasa sederhana dapat disebutkan yang pertama dimensi tentang ada atau apanya, yang kedua dimensi tentang bagaimana, dan yang ketiga dimensi tentang nilai atau manfaatnya. Istilah filsafatnya dimensi ontologi, dimensi epistemology, dan dimensi aksiologi. Kata dimensi digunakan untuk menunjukkan sudut pandang terhadap sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar