Minggu, 18 Desember 2011

Dimensi Aksiologi

A. Pengertian Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga. Logos artinya akal, penalaran. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai-nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran plato mengenai ide tentang kebaikan. Atau yang lebih dikenal dengan summum bomum (kebaikan tertinggi).
Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.

Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
B. Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
C. Permasalahan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi :
1. Sifat Nilai
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan minat, kemauan rasional yang murni. Dan segala pengalaman yang menunjang peningkatan nilai atau mutu kehidupan. Dengan kata lain, paras nilai adalah pertalian yang erat antarasesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau untuk menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya.
2. Tipe Nilai
Didalam tipe nilai ada dua yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai interinsik adalah nilai yang terdapat pada diri sendiri sebagai martabat diri. Yang tergolong ke dalam nilai intrinsik yaitu kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, kesucian, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai intrinsik. Penerapan tipe nilai tersebut dapat diarahkan untuk menilai pentas drama, karya seni, karya ilmiah. Sasaran penilaian tersebut dapat dikalsifikasikan menjadi “Sangat Baik”, “Baik”, “Kurang Baik” dan sebagainya.
3. Kriteria Nilai
Kriteria nilai untuk menguji kadar nilai berdasarkan teori psikologi dan teori logika. Penganut aliran yang disebut naturalis beranggapan bahwa kelestarian hiduplah yang dapat dijadikan tolok ukur penilaian. Sedangkan John Dewey dan pengikutnya beranggapan bahwa keseimbanganlah yang dijadikan tolok ukurnya.
4. Status Metafisika Nilai
Status metafisika nilai mempunyai nilai hubungan yang subjektiv, objektif logis serta objektif metafisik.
D. Akisiologi dan Nilai
Sumber-sumber kemampuan kejiwaan terutama terdiri akal, kehendak, dan rasa. Persoalan hidup manusia terutama berhubungan dengan masalah moral sehingga juga akan selalu berhubungan dengan masalah sumber moral, yaitu kebaikan. Sumber kemampuan kejiwaan yang mampu menangkap nilai kebaikan adalah kehendak.
Persoalan nilai sebenarnya telah dibahas sejak zaman Yunani kuno. Tetapi belum dirumuskan secara sistematik. Persoalan tentang nilai kebaikan ini mulai dirumuskan secara sistematis pada abad ke-19. Plato mengemukakan pendapat tentang ide tertinggi. Persoalan tentang nilai juga mendapat perhatian dari Aritoteles, kaum Stoa, Thomas Aquinas, Immanuel Kant, Spinoza. Tetapi belum menjadi kajian yang sistematik. Nilai kebaikan mulai dihubungkan ddengan fakta dan masalah-masalah kongrit kehidupan manusia, sehingga persoalan tentang nilai kebaikan tidak dapat dilepaskan dari persoalan tentang nilai kebenaran (kenyataan) dan keindahan.
Aksiologi sebagai cabang filsafat dikenal mulai abad ke 19. Dan penemuan cabang aksilogi “tersebut dipandang sebagai The Greates Philosophical achievement of the 19 Th Century”. Yang pada akhirnya dikembangkan menjadi suatu studi khusus yang bersifat filosofis dan psikologis.
Beberapa batasan tentang nilai yang diajukan oleh para ahli (Nicholas Rescher, 1969:2) sebagai berikut :
1. Suatu benda atau barang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudia berusaha atau menambah keinginan untuk memikirkannya (Geoge Lundbreg).
2. Nilai adalah suatu yang menimbulkkan penghargaan (Robert Part and E.W. Burgess).
3. Nilai adalah dorongan untuk memperhatiakn objek, kualitas, atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan (Richard T.La piere).
4. Nilai adalah suatu objek dari setiap keinginan (Howard Becker).
5. Nilai adalah harapan atau setia keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek : apa yang diinginkan oleh sesesorang (stuart C. Dodd).
6. Nilai adalah narti yang diberikan atau yang diikuti dalam perbuatan berdasarkan dari hasil pengamatan empiric para warga masyarakat (florjan Znaniceki).
7. Nilai adalah konsep eksplisit atau implicit yang berbeda dari setiap orang atau kelompok. Keinginan dalam mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan (Clyde Kluckhohn).
8. Nilai adalah dasar-dasar keinginan bernegara yang mengatur bagi perbuatan manusiaan atau pedoman-pedoman umum perundang-undangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat (Neil j. Smelser).
Pendapat tentang nilai diatas menunjukkan adanya pengertian nilai yang bersifat subjektif dan pengertian nilai yang bersifat objektif. Pada umumnya pandangan-pandangan tentang nilai lebih sintetis. Seperti pendapat Brennan (1953 : 251), bahwa nilai adalah kualitas yang dipahami dalam estetika, etika, moral dan pengalaman religious, bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia. Nilai merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisik dialam semerta seluruhnya (bukan hanya bagian dari manusia). Sedangkan pendapat Langeveld (1970:196) menjelaskan, bahwa nilai adalah sifat atau barang yang hanya dapat mempunyai hubungan dengan subjek yang tahu tentang nilai.
Persoalan didalam aksiologi
Persoalan yang mendasar dalam bidang Aksiologi muncul dalam kehidupan dengan bidang yang berbeda-beda. Persoalan aksiologi dapat muncul dalm bidang etis, estetis, maupun dalam bidang religius. Frondizi (1963:11) berpendapat bahwa persoalan pokok aksiologi mencangkup tentang nilai subjektif dan nilai objektif, metode memperoleh nilai, dan wujud nilai.
a. Nilai subjektif dan nilai objektif
Argumentasi yang diajukan oleh kaum subjektivisme, apabila nilai itu subjektif, maka pendapat tiap-tiap individu pasti akan sampai kepada satu kesepakatan tentang nilai tersesbut. Kehidupan sehari-hari menunjukan bukti yang tidak selalu seragam. Subjektivisme mengatakan bahwa perbedaan pendapat disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa tiap-tiap individu memiliki selera sendiri-sendiri (Frondizi, 1963:19).
Argumentasi yang dikatakan oleh kaum objektivisme bahyhwa kebenaran tidak bergantung pendapat individu, melainkan tergantung pada objektivitas fakta (Frondizi, 1963:19). Kehidupan sehari-hari membuktikan bahwa pendapat orang yang berselera rendah tidak akan mengurangi keindahan sebuah karya seni. Ketidak sepakatan mengacu pada benda bukan kepada nilai.
Cara baru yang diajukan oleh Frondizi (1963:20) untuk mengatasi perbedaan dari kedua pandangan diatas adalah : Nilai merupakan hasil interaksi antara objek debgan subjek. Aspek subjektivisme lebih tepat ditereapkan dalam persoalan yang lebih kongkret seperti : kenikmatan makan. Aspek objektivisme lebih tepat diterapkan pada persoalan yang lebih abstrak seperti : yang berkaitan dalam bidang moralitas, keadilan dan kewajiban.

b. Metode menentukan nilai
Ada dua macam metode yang berkaitan dengan masalah nilai, yaitu metode emperis dan metode apriori. Metode empiris dengan mengunaka pengalaman dapat menghasilakan bukti bahwa seseorang dapat menyenangi atau tidak menyenangi hal tertentu karena pertimbangan nilai. Metode apriori dengan menggunakan persepsi akali dapat menghasilkan pengetahuan yang pasti tentang nilai (Frondizi, 1963:24).

c. Wujud nilai
Frondizi berpendapat (1963:28) bahwa akal tidak menangkap nilai, karena akal tidak memiliki semacam hubungan langsung dengan nilai. Nilai-nilai ini menyatakan diri kepada manusia melalui intuisi emosional. Intuisi itu tidak perlu mendasarkan diri kepada pengalaman yang mendahuluinya, juga tidak perlu mendasarkan diri pada pemawa nilai yang sesuai. Nilai tersaji kepada intuisi secara jelas dan tegas, meskipun tanpa pembawa nilai.
Deeken (1974:17) menjelaskan, bahwa meskipun nilai iu melekat pada sesuatunya. Namun nilai-nilai itu merupakan kenyataan yang sungguh-sungguh ada. bukan yang hanya secara subjektif dianggap ada. Walaupun nilai itu tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan, namun tidak sama sekali tergatung pada kenyataan-kenyataan lain tersebut. Meskipun kenyataan lain yang membawa nilai-nilai itu berubah dari waktu kewaktu. Tetapi nilai-nilai itu sendiri bersifat mutlak tak berubah.

Nilai dan fakta
Nilai dan fakta tidak sepenuhnya sama. Nilai didalamnya mengandung hal-hal yang didambakan atau dicita-citakan, yang bersifat normative. Fakta didalamnya mengandung pernyataan yang dapat memastikan adanya sesuatu objek, yang sifatnya kognitif. Titus (1984:121) berpendapat, bahwa fakt dan nilai tidak dapat dipisahkan. Karena fakta merupakan realissi dari harapan dan cita-cita yang terkandung didalam nilai.

Klasifikasi nilai
Nicnolas Rescher (1969:14-19) mengajukan klasifikasi nilai meliputi :
1. Klasifikasi nilai berdasarkan pengakuan. Klasifikasi ini menjelaskan tentang pengakuan nilai. Contoh : nilai profesi, nilai kesukuan, dan nilai kebangsaan.
2. Klasifikasi nilai berdasarkan objek yang dipermasalahkan. Klasifikasi ini menjelaskan tentang cara mengefaluasi suaru objek dengan berpedoman pada suatu sifat tertentu dari objek yang dinilai. Contoh : manusia dinilai dari segi kexerdasannya, dan bangsa dililai dari segi keadilan aturan hukumnya.
3. Klasifikasi nilai berdasarkan atas keuntungan yang diperoleh klasifikasi ini menjelaskan tentang cara untuk mengolongkan nilai menurut sifat keuntungan yang dipermasalahkan yaitu menurut keinginan, kebutuhan dan kepentingan atau minat seseorang yang diwujudkan dalam kenyataan. Contoh : nilai ekonomi, maka keuntungan yang diperoleh berupa produktivitas.
4. Klasifikasi berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Klasifikasi ini menjelaskan tentang cara mengklasifikasikan nilai berdasarkan pada tipe tujuan tertentu yang akan dicapai dengan realisasi keadaan yang dinilai. Contoh : nilai tukar saham.
5. Klasifikasi nilai berdasarkan hubungan antara pengemban nilai dengan keumtumgan.
6. Klasifikasi nilai berdasarkan hubungan yang dihasilkan oleh nilai itu sendiri dengan hal-hal yang lebih baik. Contoh : sifat hemat diklasifikasikan lebih rendah daripada kemakmuran dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Hubungan antara Nilai dan Budaya
Wisnu Trihanggoro (1994:50) memberikan contoh tentang kesamaan konsep ukuran nilai yang terjadi didalam masyarakat. Misalnya kesamaan ukuran nilai sesama orang jawa dalam menilai unggah-ungguh. Kondisi demikian tentunya akan terjadi sebaliknya apabila objek yang sama dinilai oleh orang-orang yang datang dari lingkungan budaya yang berbeda.

Ilmu Pengetahuan dan Nilai Hidup
Manusia mempunyai alat-alat untuk mencapai kebenaran, sehingga kebenaran dapat diraih. Alat-alat tersebut terdiri dari kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1) Indera, merupakan kemampuan untuk menangkap kebenaran secara fisik.
2) Naluri, kemampuan untuk mempertahankan hidup.
3) Akal, kemampuan untuk memahami hubungan sebab akibat dari sebuah keputusan.
4) Rasa, kemampuan khas manusia yang berupa khayalan atau menangkap keindahan realitas.
5) Karsa, kemampuanuntuk memahami martabat kemanusiaanny sebagi makhluk kerohanian yang mengatasi kepentingan jasmaniah.

Struktur Pengetahuan Ilmiah
Analisis secara kritis ini pada hakikatnya menunjukan pada dua komponen yang membangun suatu pengetahuan ilmiah. Pertama, pikiran-pikiran dasar yang melaqndasi penyusunan suatu pengetahuan ilmiah. Kedua, tubuh pengetahuan teoritis yang dibangun atas kerangka landasan pikiran tersebut. Untuk tujuan analisis kritis sebaiknya kita menguraikan teori ilmiah kedalam dua unsure tersebut.

2 komentar: