1. Pengetian perkembangan hubungan sosial
Beberapa teoti tentang perkembangan manusia telah menggungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini factor intelektual dan emosional menggambil peran penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insane yang secara aktif melakukan proses sosialiasasi.
Manusia tumbung dan berkembang didalam lingkungan. Linkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pambentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis.
Kebutuhan bergaul dan hubungan dengan orang lain ini mulai dirasakan sejak anak berusia enam bulan, disaat anak itu telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anakmulai mengenal dan membedakan arti senyum dan perilaku social yang lain, seperti marah (tidak suka mendengar suara keras) dan kasih sayang. Akhirnya setiap oramg menyadari bahwa manusia iru saling membutuhkan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas sampai pada tungkat yang luas dan kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain untuk kebutuhan pribadinya, tetapi untuk berpartisipasi dan berkontribusi mzemajukan kehidupan bermasyarakatnya.
2. Karakteristik perkembangan sosial remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi social dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya.
Dengan demikian, remaja memulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena disampig haus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
Kehidupan sosial dalam jenjang usia remaja ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring dengan masalah pribadi yang dialaminya. Keadaan ini oleh Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Prosses pembentukan identitas diri dan konsep diri merupakan sesuatu yang kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya.
dewasa melalui 8 tahapan. Perkembangan remaja berada dalam tahap keenam dan ketujuh, yitu masa menemukan jati diri dan memilih kawan akrab. Sering anak menemukan jati dirinya berdasarkan situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak diantara mereka yang amat percaya pada kelompoknya dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini, Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokulktural. Berbeda dengan pandangan Sigmud Freud bahwa kehidupan social remaja (pergaulan sesame remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksualnya.
Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelopmpok kecil maupun kelompok besar. Dalam menentukan kelompok yang diikuti,didasari oleh berbagai pertimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik didalam kelompok kecil maupun dikelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh remaja dan paling rumit adalah factor penyesuaian diri. Didalam kelompok besar terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing untuk tampil menonjol, memperlihatkan “aku”nya. Oleh karena itu, sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Tetapi sebaliknya, didalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikat oleh nora kelompok yang telah disepakati.
Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota belajar erorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan kelompok. Ada kalanya, dalam hal-hal tertentu tindakan kelompok itu kurang mengindahkan nilai dan norma social, yang berlaku umum di masyarrakat karena lebih memperhatikan adalah keutuhan kelompoknya. Selain itu, untuk mempertahankan dam melawan serangan kelompok lain, mereka mengutamakan rasa solidaritas serta semangat persatuan dan keutuhan kelompoknya tanpa memedulikan objektivitas kebenaran.
Penyesuaian diri didalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan kekurangan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolkan diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemampuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hal hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah ke pemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku sering menjadi masalah yang amat rumit. Pertimbangan masalah agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang lebih besar (sesame agama atau sesame suku).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : keluarga, kematangan anak, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tatacara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b) Kematangan anak
Proses sosialisasi tentu sja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat oranvg lain diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.
c) Status sosial ekonomi keluarga
Kehidupan sosial dipengaruhi pula oleh kondisi atau ststus sosial ekonomi keluarga. Masyarakat akan memendang sesorsng anak dalam konteksnya yamg utuh dengan keluarga amak itu. Dari pihak anak itu sendiri, prilkunya akan memperlihatkan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluaarganya. Hal itu mengakibatkan anak akan menempatkan dirinya dalam pergaulan social yang tidak tepat. Kondisi demikian akan berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain, anak-anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok elit dengan nilai dan norma sendiri.
d) Pendidikan
Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoprasian ilmu yang normatif, pendidikan akan member warna terhadap kehidupan social anak di masa yang akan datang. Pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggungjawab sosial dalam kehidupan bermasyaarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, siswa bulkan saja dikenalkan dan ditanamkan nilai dan norma keluarga dan masyarakat, tetapi juga nilai dan norma kehidupan bangsa dan negara.
e) Kapasitas mental : emosi dan intelegensi
Kapasitas emosi dan kemampuaan berpikir memengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa dan menyesuaikan diri terhadap kehidupan dimasyarakat. Perkembangan emosi dan intelegensi berpengaruh terhadap peerkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang stsbil akan mampu memecahkan berbagai masalah hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, pengendalian emosioal secara seimbang sangat menentukan keberasilan dalam perkambangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
4. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran tersebut terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain, bahkan sering telihat usaha seseorsng untuk menyembunyikan dan merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
Pemikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritisnya situasi dari orang lain,termasuk orang tuanya. Setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang diikkuti atau diharapkannya. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga ia merasa bahwa tatacara, adat istiadat yang berlaku dilingkungan keluarga bertantangan dengan sikap dengan sikap kritis yang tampak pada pelakunya.
Pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pemikiran remaja, karena hal berikut :
a. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitikberatkan pemikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan kegagalannya dalam menyelesaikan persoalan.
b. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri belum bisertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian sendiri. Pandangan dan penilaian dirisendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul, karena menduga bahwa orang lain sepikiran dan ikut tidak puas dengan penampilan dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan seperti selalu diamati orang lain, malu dan membatasi gerak geriknya. Akibatnya, tingkah lakunya menjadi canggung.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain, yaitu melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani manantang da mendeburkan diri dalam aktivitas yamg acapkali dipikirkan atau direncanakan. Aktifitas yang dilakukan pada umumnya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman damn penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, sifat egonya semakin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisitas sudah semakin kecil, sehingga ia dapat berhubungan ddengan orang lain tanpa harus meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
5. Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja
Menurut hasil study Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan social(social skills), yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.
a. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan, kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluaraga yang tiddak harmonis sehingga tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihar dari :
1) Kurang adanya saling pengertian
2) Kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua dan saudara
3) Kurang berkomunikasi secara sehat
4) Kurang mampu mandiri
5) Kurang mampu mamberi dan menerima sesama saudara
6) Kurang mampu berkerjasama
7) Kurang mampu mengadakan hubungan yang baik
b. Lingkungan
Sejak dini, anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, pekarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan keluarga (keluarga primer dan sekunder), lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan sejak dini, anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas.
c. Kepribadian
Secara umum, penampilan sering diindentikkan dengan menifestasi dari kepribadian seseorang, padahal sebenarnya tidak demikian karena yang tampil tidak selalu menggambarkan kepribadian yang sebenarnya. Hal ini amatlah penting bagi remaja untuk menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehimgga mengucilkan orang yang memiliki penampilan tidak menarik. Disinilah pentingnya orang tua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik, seperti materi dan penampilan.
d. Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaliknya dapat terpengaruhi. Dengan rrekreasi, seseorang akan mendapat kesegaran fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capek, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru.
e. Pergaulan dengan lawwan jenis
Untuk menjalankan peran menurut jenis kelamin, anak dan remaja semestinya tidak dibatasi pergaulannya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama. Pergaulan dengan lawan jenis akanmemudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sngat penting dalam persiapan berkeluarga maupun berkeluarga.
f. Pendidikan
Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan pada anak. Salah satu kterampilan tersebut adalah keterampilan social yang dikaitkkan dengan cara-cara belajar yang efesien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hai ini peran orang tua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dikembangkan terus menerus sesuai tahap perkembangannya.
g. Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah besar. Sering remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan hal yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain. Dalam hal in orang tua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar rremaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya.
h. Lapangan kerja
Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan social untuk memilih lapangan kerja sebenarnya sudah disispkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah, mereka sudah mengenel berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SLTA, mereka dapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan. Dengan memahami lapangan kerj dan keterampilan-keterampilan social yang dibutuhkan, remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan siap untuk bekerja.
i. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri
Untuk menumbuhkan kemampuan penyesuaian diri, sejak anak awal diajarkan untuk lenih memahami dirinya sendiri agar ia mampu mengengdalikan dirinya sehingga dapat vereaksi secara wajar dan normative. Untuk itu, tugas orang tua atau pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakan untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik dari orang lain, mudah membaur dalam kelompok damn memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain atau kelompok.
KATEGORI
- AGAMA (2)
- BIMBINGAN KONSELING (9)
- FILSAFAT ILMU (5)
- ILMU MATEMATIKA (3)
- PROFESI KEGURUAN (2)
- PSIKOLOGI PERKEMBANGAN (4)
Tampilkan postingan dengan label PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Tampilkan semua postingan
Minggu, 24 Juli 2011
Jumat, 22 Juli 2011
PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS
1. Pengertian bakat dan kemampuan
Menurut Utami Munandar (1992) Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu pengembangan dan latihan karena masih bersifat dasar. Bakat merupakan usaha dan latihan agar dapat terwujud. Contoh : seseorang yang memiliki potensi bakat musik tetapi tetapi tidak memperoleh kesempatan mengembangkannya, maka bakat musik tidak dapat berkembang dan terwujud dengan baik.
Bingham mendifinisikan bakat sebagai “An optitude …as a condition or set characteristics regarded as symptomatic of an individua’s ability to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce music etc. bingham menitikberatkan pada kondisi atau seperangkat sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan atau seperangkat respons seperti berbahasa, musik dan sebagainya.
Sedangkan Guilford (Sumandi S., 1991 : 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencangkup tiga dimensi psikologis, yaitu :
a. Dimensi perseptual (kemampuan persepsi, yang mencangkup : kepekaan pengindraan; perhatian; orientasi terhadap waktu; luasnya daerah persepsi; kecepataan persepsi, dan sebagainya)
b. Dimensi psikomotor (mencangkup enam factor, yaitu : kekuatan; implus; kecepatan gerak; ketelitian kecepatan statis yang menitikberatkan pada posisi; ketelitian ketepatan dinamis yang menitikberatka pada gerakan; koordinasi; dan keluwesan),
c. Dimensi intelektual meliputi lima faktor, yaitu :
1) Faktor ingatan, yang mencangkup : substansi, relasi dan sistem
2) Faktor ingatan, mengenai perkenalan terhadap : keseluruhan informasi; golongan; hubungan-hubungan; bentuk; dan kesimpulan
3) Faktor evaluatif, yang meliputi : identitas; relasi-relasi; sistem; dan problem yang dihadapi
4) Faktor berfikir konvergensi, yang meliputi : nama-nama; hubungan-hubungan; sistem-sistem; trasformasi; dan implikasi-implikasi yang unik
5) Faktor berfikir divergen meliputi : menghasilkan unit-unit.
Kemampuan adalah daya jiwa untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang, sedangkan bakat memperlukan latihan agar suatu tindakan dapat dilakukan dimasa yang akan datang.
2. Jenis-Jenis Bakat Khusus
Setiap individu memiliki bakat khusus yang berbeda-beda. Jenis-jenis bakat
khusus biasanya dilakukan berdasarkan bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat olahraga, seni, teknik dan sebagainya. Dengan demikian, bakat khusus ini bergantung pada konteks kebudayaan tempat seorang individu hidup dan dibesarkan. Faktor pengalaman atau lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bakat khusus ini.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat, yaitu :
a. Anak itu sendiri, misal : anak yang kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki.
b. Lingkungan anak, missal : orang tua yang kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana prndidikan yang dibutuhkan anak.
4. Hubungan antara Bakat dan Prestasi
Degan adanya bakat, seseorang dapat mencapai prestasi tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengalaman, pengetahuan dan dorongan atau kesempatan untuk menggembangkannya. Misalnya, orangtua menyadari bahwa anak mempunyai bakat menggambar. Maka orang tua mengusahakan agar anaknya mendapatkan pengalaman sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, selain itu anak tersebut juga minat untuk mengikuti pendidikan menggambar. Maka anak itu dapat mencapai prestasi yang unggul, bahkan bisa menjadi pelukis terkenal. Keunggulan dalam salah satu bidang tertentu merupakan hasil interaksi bakat yang dibawa sejak lahir dengan factor lingkungan yang menunjang.
5. Karakteristik Anak Berbakat
Untuk mengenali karakteristik anak-anak berbakat dapat dilihat beberapa segi diantaranya sebagai berikut :
a. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul. Potensi bisa disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U. Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) yang menyatakan secara tegas bahwa tidak ada keraguan bahwa factor genetika mempunyai andil besar terhadap kemampuan mental seseorang (Kitano, 1986).
b. Cara menghadapi masalah
Cara menghadapi masalah disini adalah keterlibatan seluruh aspek psikologis dan biologis setiap anak berbakat pada saat mereka berhadapan dengan masalah tersebut. Langkah awal dapat dilihat bahwa setiap anak berbakat mempunyai keinginan yang kuat untuk mengetahu banyak hal (Gearheart, 1980) kemudian mereka akan melakukan ekspedisi dan eksplorasi terhadap pengukuran saja. Setelah berfikir dengan baik, mereka akan memunculkan hasil pemikiran dalam bentuk dan tingkah laku.
c. Prestasi
Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik, dan sosial. Prestasi fisik yang dapat dicapai anak-anak adalah memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959). Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki system saraf pusat (otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu, mereka dapat mencapai tingkat kognitif yang tinggi.
6. Menanggani anak berbakat
Dalam usaha memengaruhi perkembangan anak untuk mengatualisasikan seluruh potensi yang diliki agar berfungsi secara optimal, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan agar mencapai hasil yang diharapkan.
a) Faktor yang ada pada anak itu sendiri, yaitu mengenai anak. Mengenalimdalam arti mengetahui ciri khusus yang ada pada anak secara objektif. Dalam rangka memberikan pendidikan khusus pada anak berbakat perlu terlabih dahulu dibedakan beberapa pengertian, yakni :
• Berbakat luar biasa pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses informasi (kognitif) sehingga mempengaruhi aspek-aspek lain.
• Berbakat luar biasa hanya pada salah satu atau beberapa aspek, bisa mengenai aspek kognitif atau aspek yang berhubungan dengan keteraampilan-keterampilan khusus.
b) Faktor kurikulum yang meliputi :
• Isi dan cara pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan amak (child centered) dan dengan sendirinya telah dilakukan identifikasi mengenai keadaan khusus yang ada pada anak secara objektif.
• Pperlu ditekankan bahwa kurikulum pada pendidikan khusus hendaknya tidk terlepas dari kurikulum dasar yang diberikan pada anak lain. Perbedaannya hanya terletak pada penekanan dan penambahan suatu bidang sesui dengan kebutuhannya dan tetap terpadu dengan kurikulum dasar.
• Kurikulum khusus diarahkan agar perangsangan yang diberikan mempunyai pengaruh untuk menambah program dan tidak semata-mata untuk mempercepat (accelerate) berfungsi sesuai bakat luar biasa yang dimiliki.
• Isi kurukulum harus mengarah pada perkembangan kemampuan anak yang beorientasi inovatif dan tidak reproduktif serta berorientasi untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya memunculkan apa yang dimiliki tanpa dilatih secara kreatif.
7. Kondisi lingkungan yang memupuk bakat anak
Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila :
a) Pendidik menerimanya apa adanya, tanpa syarat dengan ssegala kelebihan dan kekurangannya, serta member kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu.
b) Pendidik mengusahakan sasana dimana anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain. Member penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c) Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatbya.
Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru member kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Kecuali itu pendidikan berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.
Pada akhir masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia lakuakan dan apa yang ingin ia lakukan. Dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat membantu remaja untuk dapat menentukan pilihn yang tepat dan menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.
Menurut Utami Munandar (1992) Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu pengembangan dan latihan karena masih bersifat dasar. Bakat merupakan usaha dan latihan agar dapat terwujud. Contoh : seseorang yang memiliki potensi bakat musik tetapi tetapi tidak memperoleh kesempatan mengembangkannya, maka bakat musik tidak dapat berkembang dan terwujud dengan baik.
Bingham mendifinisikan bakat sebagai “An optitude …as a condition or set characteristics regarded as symptomatic of an individua’s ability to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce music etc. bingham menitikberatkan pada kondisi atau seperangkat sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan atau seperangkat respons seperti berbahasa, musik dan sebagainya.
Sedangkan Guilford (Sumandi S., 1991 : 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencangkup tiga dimensi psikologis, yaitu :
a. Dimensi perseptual (kemampuan persepsi, yang mencangkup : kepekaan pengindraan; perhatian; orientasi terhadap waktu; luasnya daerah persepsi; kecepataan persepsi, dan sebagainya)
b. Dimensi psikomotor (mencangkup enam factor, yaitu : kekuatan; implus; kecepatan gerak; ketelitian kecepatan statis yang menitikberatkan pada posisi; ketelitian ketepatan dinamis yang menitikberatka pada gerakan; koordinasi; dan keluwesan),
c. Dimensi intelektual meliputi lima faktor, yaitu :
1) Faktor ingatan, yang mencangkup : substansi, relasi dan sistem
2) Faktor ingatan, mengenai perkenalan terhadap : keseluruhan informasi; golongan; hubungan-hubungan; bentuk; dan kesimpulan
3) Faktor evaluatif, yang meliputi : identitas; relasi-relasi; sistem; dan problem yang dihadapi
4) Faktor berfikir konvergensi, yang meliputi : nama-nama; hubungan-hubungan; sistem-sistem; trasformasi; dan implikasi-implikasi yang unik
5) Faktor berfikir divergen meliputi : menghasilkan unit-unit.
Kemampuan adalah daya jiwa untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang, sedangkan bakat memperlukan latihan agar suatu tindakan dapat dilakukan dimasa yang akan datang.
2. Jenis-Jenis Bakat Khusus
Setiap individu memiliki bakat khusus yang berbeda-beda. Jenis-jenis bakat
khusus biasanya dilakukan berdasarkan bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat olahraga, seni, teknik dan sebagainya. Dengan demikian, bakat khusus ini bergantung pada konteks kebudayaan tempat seorang individu hidup dan dibesarkan. Faktor pengalaman atau lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bakat khusus ini.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat, yaitu :
a. Anak itu sendiri, misal : anak yang kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki.
b. Lingkungan anak, missal : orang tua yang kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana prndidikan yang dibutuhkan anak.
4. Hubungan antara Bakat dan Prestasi
Degan adanya bakat, seseorang dapat mencapai prestasi tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengalaman, pengetahuan dan dorongan atau kesempatan untuk menggembangkannya. Misalnya, orangtua menyadari bahwa anak mempunyai bakat menggambar. Maka orang tua mengusahakan agar anaknya mendapatkan pengalaman sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, selain itu anak tersebut juga minat untuk mengikuti pendidikan menggambar. Maka anak itu dapat mencapai prestasi yang unggul, bahkan bisa menjadi pelukis terkenal. Keunggulan dalam salah satu bidang tertentu merupakan hasil interaksi bakat yang dibawa sejak lahir dengan factor lingkungan yang menunjang.
5. Karakteristik Anak Berbakat
Untuk mengenali karakteristik anak-anak berbakat dapat dilihat beberapa segi diantaranya sebagai berikut :
a. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul. Potensi bisa disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U. Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) yang menyatakan secara tegas bahwa tidak ada keraguan bahwa factor genetika mempunyai andil besar terhadap kemampuan mental seseorang (Kitano, 1986).
b. Cara menghadapi masalah
Cara menghadapi masalah disini adalah keterlibatan seluruh aspek psikologis dan biologis setiap anak berbakat pada saat mereka berhadapan dengan masalah tersebut. Langkah awal dapat dilihat bahwa setiap anak berbakat mempunyai keinginan yang kuat untuk mengetahu banyak hal (Gearheart, 1980) kemudian mereka akan melakukan ekspedisi dan eksplorasi terhadap pengukuran saja. Setelah berfikir dengan baik, mereka akan memunculkan hasil pemikiran dalam bentuk dan tingkah laku.
c. Prestasi
Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik, dan sosial. Prestasi fisik yang dapat dicapai anak-anak adalah memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959). Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki system saraf pusat (otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu, mereka dapat mencapai tingkat kognitif yang tinggi.
6. Menanggani anak berbakat
Dalam usaha memengaruhi perkembangan anak untuk mengatualisasikan seluruh potensi yang diliki agar berfungsi secara optimal, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan agar mencapai hasil yang diharapkan.
a) Faktor yang ada pada anak itu sendiri, yaitu mengenai anak. Mengenalimdalam arti mengetahui ciri khusus yang ada pada anak secara objektif. Dalam rangka memberikan pendidikan khusus pada anak berbakat perlu terlabih dahulu dibedakan beberapa pengertian, yakni :
• Berbakat luar biasa pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses informasi (kognitif) sehingga mempengaruhi aspek-aspek lain.
• Berbakat luar biasa hanya pada salah satu atau beberapa aspek, bisa mengenai aspek kognitif atau aspek yang berhubungan dengan keteraampilan-keterampilan khusus.
b) Faktor kurikulum yang meliputi :
• Isi dan cara pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan amak (child centered) dan dengan sendirinya telah dilakukan identifikasi mengenai keadaan khusus yang ada pada anak secara objektif.
• Pperlu ditekankan bahwa kurikulum pada pendidikan khusus hendaknya tidk terlepas dari kurikulum dasar yang diberikan pada anak lain. Perbedaannya hanya terletak pada penekanan dan penambahan suatu bidang sesui dengan kebutuhannya dan tetap terpadu dengan kurikulum dasar.
• Kurikulum khusus diarahkan agar perangsangan yang diberikan mempunyai pengaruh untuk menambah program dan tidak semata-mata untuk mempercepat (accelerate) berfungsi sesuai bakat luar biasa yang dimiliki.
• Isi kurukulum harus mengarah pada perkembangan kemampuan anak yang beorientasi inovatif dan tidak reproduktif serta berorientasi untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya memunculkan apa yang dimiliki tanpa dilatih secara kreatif.
7. Kondisi lingkungan yang memupuk bakat anak
Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila :
a) Pendidik menerimanya apa adanya, tanpa syarat dengan ssegala kelebihan dan kekurangannya, serta member kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu.
b) Pendidik mengusahakan sasana dimana anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain. Member penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c) Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatbya.
Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru member kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Kecuali itu pendidikan berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.
Pada akhir masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia lakuakan dan apa yang ingin ia lakukan. Dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat membantu remaja untuk dapat menentukan pilihn yang tepat dan menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.
Senin, 18 Juli 2011
PERKEMBANGAN EMOSI
1.Pengertian Emosi
Menurut English and English emosi adalah “A complex feeling state a alanduler activies”, maksudnya yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai dengan karakteristik kegiatan kelenjar dan motorik.
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi adalah setiap kegiatan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.
Sementara itu Chaplin (1989) dictionary of psychology, mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari suatu organisme yang mencangkup perubahan-perubahan yang disadari, tyang mendalam sifatnya darei perilaku.
2. Bentuk-Bentuk Emosi
Daniel Golemen (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut:
a. Amarah ( bruntal, mengamuk, benci, terganggu, tersinggung )
b. Kesedihan ( sedih, muram, melankolis, kesepian, depresi )
c. Rasa takut ( cemas, takut, gugup, khawatir, panic, was-was )
d. Kenikmatan ( bahagia, gembira, riang, puas, terhibur, bangga )
e. Cinta ( persahabatan, kepercayaan, kasmaran, kasihsayang )
f. Terkejut ( takjub, terpana)
g. Jengkel (hina, jijik, muak, mual, tidak suka, mau muntah )
h. Malu ( menyesal, aib, rasa bersalah, kesal hati)
3. Perubahan-pereubahan fisik pada saat Emosi
a. Bernafas panjang kalau kecewa
b. Pupil mata membesar kalau marah
c. Bulu roma berdiri kalau takut
d. Air liur mongering bila takut / tegang
e. Denyut jantung bertambah cepat kalau marah.
4. Ciri-Ciri Emosi
a. Lebih bersifat objektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak besangkutpaut dengan peristiwa pengenalan panca indra
d. Pengalaman emosional bersifat pribadi
e. Emosi sebagai motif
f. Adanya perubahan aspek jasmaniah
g. Ekspresikan dalam perilaku.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Perubahan jasmani, ditunjukkan dengan adanya perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh
b. Perubahan pola interaksi ddengan orang tua
Pola asuh orang tua terhadap anak dan remaja saangat bervareasi. Ada yang pola asuhnya bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, dan ada juga yang penuh kasih sayang. Perbedaaan pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja. Misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, maka pada saat remaja cara semacam itu dapat menimbulkan keteganggan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.
c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Interaksi sesame teman sebaya dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok geng seperti ini lebih baik terjadi pada masa remaja awal karena biasanya bertujuan baik atsu positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar
Adnya perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik
emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut :
1) Sikap dunia luar terhadap remaja yang tidak konsisten.
Mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.
2) Masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.
Jika remaja laki-laki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat popular dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja perempuan mempunyai banyak teman laki-laki sering dianggap tidak baik bahkan mendapat predikat kurang baik.
3) Kekosongan rema yang dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggungjawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja kedalam kegiatan yang menghancurkan remaja dan melanggar nilai-nilai moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum minuman keras, serta tindak kriminal dan kekerasan.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh anak-anak sebelum mengijak masa remaja. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga tokoh otoritas bagi para peserta didiknya.
Menurut English and English emosi adalah “A complex feeling state a alanduler activies”, maksudnya yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai dengan karakteristik kegiatan kelenjar dan motorik.
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi adalah setiap kegiatan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.
Sementara itu Chaplin (1989) dictionary of psychology, mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari suatu organisme yang mencangkup perubahan-perubahan yang disadari, tyang mendalam sifatnya darei perilaku.
2. Bentuk-Bentuk Emosi
Daniel Golemen (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut:
a. Amarah ( bruntal, mengamuk, benci, terganggu, tersinggung )
b. Kesedihan ( sedih, muram, melankolis, kesepian, depresi )
c. Rasa takut ( cemas, takut, gugup, khawatir, panic, was-was )
d. Kenikmatan ( bahagia, gembira, riang, puas, terhibur, bangga )
e. Cinta ( persahabatan, kepercayaan, kasmaran, kasihsayang )
f. Terkejut ( takjub, terpana)
g. Jengkel (hina, jijik, muak, mual, tidak suka, mau muntah )
h. Malu ( menyesal, aib, rasa bersalah, kesal hati)
3. Perubahan-pereubahan fisik pada saat Emosi
a. Bernafas panjang kalau kecewa
b. Pupil mata membesar kalau marah
c. Bulu roma berdiri kalau takut
d. Air liur mongering bila takut / tegang
e. Denyut jantung bertambah cepat kalau marah.
4. Ciri-Ciri Emosi
a. Lebih bersifat objektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak besangkutpaut dengan peristiwa pengenalan panca indra
d. Pengalaman emosional bersifat pribadi
e. Emosi sebagai motif
f. Adanya perubahan aspek jasmaniah
g. Ekspresikan dalam perilaku.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Perubahan jasmani, ditunjukkan dengan adanya perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh
b. Perubahan pola interaksi ddengan orang tua
Pola asuh orang tua terhadap anak dan remaja saangat bervareasi. Ada yang pola asuhnya bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, dan ada juga yang penuh kasih sayang. Perbedaaan pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja. Misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, maka pada saat remaja cara semacam itu dapat menimbulkan keteganggan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.
c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Interaksi sesame teman sebaya dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok geng seperti ini lebih baik terjadi pada masa remaja awal karena biasanya bertujuan baik atsu positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.
d. Perubahan pandangan luar
Adnya perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik
emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut :
1) Sikap dunia luar terhadap remaja yang tidak konsisten.
Mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.
2) Masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.
Jika remaja laki-laki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat popular dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja perempuan mempunyai banyak teman laki-laki sering dianggap tidak baik bahkan mendapat predikat kurang baik.
3) Kekosongan rema yang dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggungjawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja kedalam kegiatan yang menghancurkan remaja dan melanggar nilai-nilai moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum minuman keras, serta tindak kriminal dan kekerasan.
e. Perubahan interaksi dengan sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh anak-anak sebelum mengijak masa remaja. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga tokoh otoritas bagi para peserta didiknya.
PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP
1. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap
Nilai-nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988:5). Sopan santun, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seluruh warga Negara Indonesia. Jadi, nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Dan menurut Spranger, nilai diartikan sebagsi suatu tatanan yang paduan dijadikan paduan oleh untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi social tertentu.
Istilah moral berasal dari kata latin mores yang artinya tatacara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan, ahlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1950:957). Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku.
Sikap menurut Fishbean, adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Seangkan menurut Gerungan, secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu. Sikap ini berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang dapat terjadi dan akan diperbuat seseorang dapat diramalkan jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi baru berupa kecenderungan. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap suatu objek sebagai hasil penghayatan terhadap objek tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran ideal yang diidentifikasikan adalah orang-orang dewasa yang berwibawa atau simpatik, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakannya sendiri.
Menurut ahli psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua). Oleh karena itu, anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma sosial.
Hubungan anak dengan orangtua bukanlah satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat si pelanggar (Sarlito, 1992:92).
3. Tahap-tahap Perkembangan Moral
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertai doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:
Nilai-nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988:5). Sopan santun, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seluruh warga Negara Indonesia. Jadi, nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Dan menurut Spranger, nilai diartikan sebagsi suatu tatanan yang paduan dijadikan paduan oleh untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi social tertentu.
Istilah moral berasal dari kata latin mores yang artinya tatacara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan, ahlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1950:957). Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku.
Sikap menurut Fishbean, adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Seangkan menurut Gerungan, secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu. Sikap ini berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang dapat terjadi dan akan diperbuat seseorang dapat diramalkan jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi baru berupa kecenderungan. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap suatu objek sebagai hasil penghayatan terhadap objek tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran ideal yang diidentifikasikan adalah orang-orang dewasa yang berwibawa atau simpatik, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakannya sendiri.
Menurut ahli psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua). Oleh karena itu, anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma sosial.
Hubungan anak dengan orangtua bukanlah satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat si pelanggar (Sarlito, 1992:92).
3. Tahap-tahap Perkembangan Moral
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertai doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:
Langganan:
Postingan (Atom)