1. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap
Nilai-nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988:5). Sopan santun, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan seluruh warga Negara Indonesia. Jadi, nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Dan menurut Spranger, nilai diartikan sebagsi suatu tatanan yang paduan dijadikan paduan oleh untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi social tertentu.
Istilah moral berasal dari kata latin mores yang artinya tatacara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan, ahlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1950:957). Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku.
Sikap menurut Fishbean, adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Seangkan menurut Gerungan, secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu. Sikap ini berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang dapat terjadi dan akan diperbuat seseorang dapat diramalkan jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi baru berupa kecenderungan. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap suatu objek sebagai hasil penghayatan terhadap objek tertentu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran ideal yang diidentifikasikan adalah orang-orang dewasa yang berwibawa atau simpatik, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakannya sendiri.
Menurut ahli psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua). Oleh karena itu, anak yang tidak memiliki hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa kecil, kemungkinan besar tidak akan mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma sosial.
Hubungan anak dengan orangtua bukanlah satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat si pelanggar (Sarlito, 1992:92).
3. Tahap-tahap Perkembangan Moral
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertai doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar