Minggu, 18 Desember 2011

Struktur pengetahuan Ilmiah

Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah suatu disiplin keilmuan yang dapat dibedakan antara pikiran dasar yang melandasi suatu pemikiran dan tubuh pengetahuan teoritis yang dibangun diatas pikiran dasar tersebut. Analisis secara krisis pada hakikatnya ditunjukan kepada dua komponen yang membangun suatu pengetahuan ilmiah yakni, Pertama pikiran- pikiran dasar dan yang kedua tubuh pengetahun toeritis. Dalam teori tertentu pikiran dasar ini dinyatakan secara eksplisit yang sangat memudahkan kita untuk menganalisisnya,akan tetapi pada teori lain hal tersebut dinyatakan secara implisit sehingga kita sendiri harus dapat merumuskannya dengan jelas.
Pikiran dasar itu pada pokoknya terdiri dari postulat, asumsi,dan prinsip.
1. Postulat
Merupakan anggapan tentang suatu objek yang merefleksikan sudut pandang tertentu. Anggapan ini tidak terkait dengan kreteria benar atatu salah melainkan dengan setuju atau tidak setuju dengan postulat yang diajukan. Wawasan nusanatara, umpamanya adalah postulat bangsa Indonesia dalam memandang keberadaannya dalam bertanah-air berbangsa, dan bernegara. Disebabkan oleh hakikatnya maka posulat merupakan anggapan yang tidak perlu diveripikasi secara enperis untuk menentukan benar atau salah. Kalau memang ini dapat diterima maka pernyataan ini membutuhkan rincian yang lebih jauh lagi sebab pengetahuan itu sendiri mempunyai dua komponen utama yakni ranah pengetahuan dan substansi pengetahuan. Ranah pengetahuan ada tiga aspek yakni kognitif (pemahaman), afektif (apresiasi),dan konoaktif (psikomotorik/ keterampilan). Sedangkan substansi pengetahuan terdiri dari tiga kawasan pula yakni etika ( pengetahuan yang membedakan baik dengan buruk) dan estetika ( pengetahuan yang membedakan antara ingdah dengan jelek). Postulat merupakan sudut pandang yang spesifik dari seorang ilmuwan dalam membangun tubuh pengetahuan teoretisnya. Setiap disiplin keilmuan mempunyai kemampuan ponstulat yang khas yang berbeda dengan disiplin keilmuan yang lain disebabkan cara pandang yang berbeda pula. meskipun obyek yang menjadi telaahanya adalah sama.Disamping ponstulat terdapat anggapan lain yang berupa asumsi.
2. Asumsi
Merupakan pernyatan dasar tentang realitas yang menjadi obyek telaahan. Disebakan kaitanya dengan realitas yang bersifat empiris maka pernyataan itu harus diuji kebenaranya. Sering terdapat pendapat dikalangan ilmuan bahwa asumsi sudah tidak usah lagi diuji melainkan diterima begitu saja (taken for graned). Hal ini adalah sangat tidak menguntungkan sebab sebuah asumsi belum tentu benar atau cocok dengan suatu kondisi tertentu. Asumsi yang berbeda akan menghasilkan tubuh pengetahuan yang berbeda pula yang pada giliranya akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Ilmu- ilmu social yang ada di Indonesia mengalami kemandekan dan impoten dalam menyelesaikan berbagi permasalahan disebkan ketidak mampuan ilmuan kita untuk menghasilkan posulat dan asumsi yang mencerminkan keadan di Indonesia.Diatas postulat dan asumsi maka di bangun prinsip.
3. Prinsip
Merupakan pernyatan dasar mengenai ‘tindakan’ atau ‘pilihan’ atau proposisi yang telah mapan benar. Prinsip ekonomi, umpanya, yang menyatakan tindakan manusia untuk ‘memperoleh kepuasan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ merupakan dasar atau landasan bagi kegiatan manusia selaku mahkluk ekonomi. Sebagai contoh lain, ‘pemberian obat secara rasional’ mungkin dapat di kategorikan sebagai prinsip dalam ilmu kedokteran. Postulat, asumsi, dan prinsip ini digolongkan sebagai pikiran dasar dari sebuah pengetahuan ilmiah. Diatas pikiran dasar ini di bangun tubuh pengetahuan teoretis yang secara ekstensif mencoba mendeskripsikan, menjelaskan, memperediksikan, dan mengontrol berbagai gejala dari obyek telaahan sebuah disiplin keilmuan. Untuk mengembangkan tubuh pengetahuan teoritis ini sebuah disiplin keilmuan ‘meminjam atau menerapkan’ unsur pengetahuan dari berbagai disiplin ke ilmuan yang lain. Ini adalah hal yang wajar yang biasa di lakukan. Masalahnya bahwa sebuah di siplin ke ilmuan yang mandiri harus bisa menentukan pengetahuan mana yang bersifat ‘khas milik disiplinya’ dan mana yang di pinjam atau di terapkan’ dari disiplin keilmuan yang lain. Sebuah disiplin keilmuan yang mandiri harus mempunyai perangat pikiran dasar utama yang bersifat khas yang memberikan ‘payung’ atau ‘kerangka konsetual yang bersifat makro’. Kerangka konseptual yang bersifat makro ini di kembangkan pada tingkat tubuh pengetahuan teoritis yang bersifat khas pula. Baru dalam mengisi kerangka konseptual yang bersifat makro ini kita dapat meminjam atau menerapkan unsur pengetahua dari disiplin lain sesuai dengan kebutuhan. Ilmu ‘manajemen, umpanya, meminjam teori motivasi dari psikologi untuk mengkaji hubungan antara kebutuhan dan tindakan manusia dalam konteks manajemen. Demikian pula ilmu keperawatan meminjam unsur pengetahuan dari mikrobiologi sebagai dasar bagi tindakan keperawatan yang bersifat higienis. Dipihak lain ilmu ke dokteran meminjam pengetahuan dari mikrobiologi untuk tujuan yang lain umpanya untuk diagnosis dan terapi. Hal ini dapat memberi gambaran bahwa pinjam-meminjam antara pengetahuan adalah biasa dan tidak menimbulkan anarki serta kebingungan selam kita bisa mengidentipikasikan kerangka konseptual makro yang merupakan payung bagi penyusunan tubuh pengetahuan teoritis masing-masing.

Tubuh pengetahuan teoritis terdiri dari: deskripsi, eksplansi, prediksi, dan kontrol.

Dimensi Aksiologi

A. Pengertian Aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga. Logos artinya akal, penalaran. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai-nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran plato mengenai ide tentang kebaikan. Atau yang lebih dikenal dengan summum bomum (kebaikan tertinggi).
Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.

Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
B. Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
C. Permasalahan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi :
1. Sifat Nilai
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan minat, kemauan rasional yang murni. Dan segala pengalaman yang menunjang peningkatan nilai atau mutu kehidupan. Dengan kata lain, paras nilai adalah pertalian yang erat antarasesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau untuk menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya.
2. Tipe Nilai
Didalam tipe nilai ada dua yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai interinsik adalah nilai yang terdapat pada diri sendiri sebagai martabat diri. Yang tergolong ke dalam nilai intrinsik yaitu kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, kesucian, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai intrinsik. Penerapan tipe nilai tersebut dapat diarahkan untuk menilai pentas drama, karya seni, karya ilmiah. Sasaran penilaian tersebut dapat dikalsifikasikan menjadi “Sangat Baik”, “Baik”, “Kurang Baik” dan sebagainya.
3. Kriteria Nilai
Kriteria nilai untuk menguji kadar nilai berdasarkan teori psikologi dan teori logika. Penganut aliran yang disebut naturalis beranggapan bahwa kelestarian hiduplah yang dapat dijadikan tolok ukur penilaian. Sedangkan John Dewey dan pengikutnya beranggapan bahwa keseimbanganlah yang dijadikan tolok ukurnya.
4. Status Metafisika Nilai
Status metafisika nilai mempunyai nilai hubungan yang subjektiv, objektif logis serta objektif metafisik.
D. Akisiologi dan Nilai
Sumber-sumber kemampuan kejiwaan terutama terdiri akal, kehendak, dan rasa. Persoalan hidup manusia terutama berhubungan dengan masalah moral sehingga juga akan selalu berhubungan dengan masalah sumber moral, yaitu kebaikan. Sumber kemampuan kejiwaan yang mampu menangkap nilai kebaikan adalah kehendak.
Persoalan nilai sebenarnya telah dibahas sejak zaman Yunani kuno. Tetapi belum dirumuskan secara sistematik. Persoalan tentang nilai kebaikan ini mulai dirumuskan secara sistematis pada abad ke-19. Plato mengemukakan pendapat tentang ide tertinggi. Persoalan tentang nilai juga mendapat perhatian dari Aritoteles, kaum Stoa, Thomas Aquinas, Immanuel Kant, Spinoza. Tetapi belum menjadi kajian yang sistematik. Nilai kebaikan mulai dihubungkan ddengan fakta dan masalah-masalah kongrit kehidupan manusia, sehingga persoalan tentang nilai kebaikan tidak dapat dilepaskan dari persoalan tentang nilai kebenaran (kenyataan) dan keindahan.
Aksiologi sebagai cabang filsafat dikenal mulai abad ke 19. Dan penemuan cabang aksilogi “tersebut dipandang sebagai The Greates Philosophical achievement of the 19 Th Century”. Yang pada akhirnya dikembangkan menjadi suatu studi khusus yang bersifat filosofis dan psikologis.
Beberapa batasan tentang nilai yang diajukan oleh para ahli (Nicholas Rescher, 1969:2) sebagai berikut :
1. Suatu benda atau barang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudia berusaha atau menambah keinginan untuk memikirkannya (Geoge Lundbreg).
2. Nilai adalah suatu yang menimbulkkan penghargaan (Robert Part and E.W. Burgess).
3. Nilai adalah dorongan untuk memperhatiakn objek, kualitas, atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan (Richard T.La piere).
4. Nilai adalah suatu objek dari setiap keinginan (Howard Becker).
5. Nilai adalah harapan atau setia keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek : apa yang diinginkan oleh sesesorang (stuart C. Dodd).
6. Nilai adalah narti yang diberikan atau yang diikuti dalam perbuatan berdasarkan dari hasil pengamatan empiric para warga masyarakat (florjan Znaniceki).
7. Nilai adalah konsep eksplisit atau implicit yang berbeda dari setiap orang atau kelompok. Keinginan dalam mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan (Clyde Kluckhohn).
8. Nilai adalah dasar-dasar keinginan bernegara yang mengatur bagi perbuatan manusiaan atau pedoman-pedoman umum perundang-undangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat (Neil j. Smelser).
Pendapat tentang nilai diatas menunjukkan adanya pengertian nilai yang bersifat subjektif dan pengertian nilai yang bersifat objektif. Pada umumnya pandangan-pandangan tentang nilai lebih sintetis. Seperti pendapat Brennan (1953 : 251), bahwa nilai adalah kualitas yang dipahami dalam estetika, etika, moral dan pengalaman religious, bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia. Nilai merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisik dialam semerta seluruhnya (bukan hanya bagian dari manusia). Sedangkan pendapat Langeveld (1970:196) menjelaskan, bahwa nilai adalah sifat atau barang yang hanya dapat mempunyai hubungan dengan subjek yang tahu tentang nilai.
Persoalan didalam aksiologi
Persoalan yang mendasar dalam bidang Aksiologi muncul dalam kehidupan dengan bidang yang berbeda-beda. Persoalan aksiologi dapat muncul dalm bidang etis, estetis, maupun dalam bidang religius. Frondizi (1963:11) berpendapat bahwa persoalan pokok aksiologi mencangkup tentang nilai subjektif dan nilai objektif, metode memperoleh nilai, dan wujud nilai.
a. Nilai subjektif dan nilai objektif
Argumentasi yang diajukan oleh kaum subjektivisme, apabila nilai itu subjektif, maka pendapat tiap-tiap individu pasti akan sampai kepada satu kesepakatan tentang nilai tersesbut. Kehidupan sehari-hari menunjukan bukti yang tidak selalu seragam. Subjektivisme mengatakan bahwa perbedaan pendapat disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa tiap-tiap individu memiliki selera sendiri-sendiri (Frondizi, 1963:19).
Argumentasi yang dikatakan oleh kaum objektivisme bahyhwa kebenaran tidak bergantung pendapat individu, melainkan tergantung pada objektivitas fakta (Frondizi, 1963:19). Kehidupan sehari-hari membuktikan bahwa pendapat orang yang berselera rendah tidak akan mengurangi keindahan sebuah karya seni. Ketidak sepakatan mengacu pada benda bukan kepada nilai.
Cara baru yang diajukan oleh Frondizi (1963:20) untuk mengatasi perbedaan dari kedua pandangan diatas adalah : Nilai merupakan hasil interaksi antara objek debgan subjek. Aspek subjektivisme lebih tepat ditereapkan dalam persoalan yang lebih kongkret seperti : kenikmatan makan. Aspek objektivisme lebih tepat diterapkan pada persoalan yang lebih abstrak seperti : yang berkaitan dalam bidang moralitas, keadilan dan kewajiban.

b. Metode menentukan nilai
Ada dua macam metode yang berkaitan dengan masalah nilai, yaitu metode emperis dan metode apriori. Metode empiris dengan mengunaka pengalaman dapat menghasilakan bukti bahwa seseorang dapat menyenangi atau tidak menyenangi hal tertentu karena pertimbangan nilai. Metode apriori dengan menggunakan persepsi akali dapat menghasilkan pengetahuan yang pasti tentang nilai (Frondizi, 1963:24).

c. Wujud nilai
Frondizi berpendapat (1963:28) bahwa akal tidak menangkap nilai, karena akal tidak memiliki semacam hubungan langsung dengan nilai. Nilai-nilai ini menyatakan diri kepada manusia melalui intuisi emosional. Intuisi itu tidak perlu mendasarkan diri kepada pengalaman yang mendahuluinya, juga tidak perlu mendasarkan diri pada pemawa nilai yang sesuai. Nilai tersaji kepada intuisi secara jelas dan tegas, meskipun tanpa pembawa nilai.
Deeken (1974:17) menjelaskan, bahwa meskipun nilai iu melekat pada sesuatunya. Namun nilai-nilai itu merupakan kenyataan yang sungguh-sungguh ada. bukan yang hanya secara subjektif dianggap ada. Walaupun nilai itu tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan, namun tidak sama sekali tergatung pada kenyataan-kenyataan lain tersebut. Meskipun kenyataan lain yang membawa nilai-nilai itu berubah dari waktu kewaktu. Tetapi nilai-nilai itu sendiri bersifat mutlak tak berubah.

Nilai dan fakta
Nilai dan fakta tidak sepenuhnya sama. Nilai didalamnya mengandung hal-hal yang didambakan atau dicita-citakan, yang bersifat normative. Fakta didalamnya mengandung pernyataan yang dapat memastikan adanya sesuatu objek, yang sifatnya kognitif. Titus (1984:121) berpendapat, bahwa fakt dan nilai tidak dapat dipisahkan. Karena fakta merupakan realissi dari harapan dan cita-cita yang terkandung didalam nilai.

Klasifikasi nilai
Nicnolas Rescher (1969:14-19) mengajukan klasifikasi nilai meliputi :
1. Klasifikasi nilai berdasarkan pengakuan. Klasifikasi ini menjelaskan tentang pengakuan nilai. Contoh : nilai profesi, nilai kesukuan, dan nilai kebangsaan.
2. Klasifikasi nilai berdasarkan objek yang dipermasalahkan. Klasifikasi ini menjelaskan tentang cara mengefaluasi suaru objek dengan berpedoman pada suatu sifat tertentu dari objek yang dinilai. Contoh : manusia dinilai dari segi kexerdasannya, dan bangsa dililai dari segi keadilan aturan hukumnya.
3. Klasifikasi nilai berdasarkan atas keuntungan yang diperoleh klasifikasi ini menjelaskan tentang cara untuk mengolongkan nilai menurut sifat keuntungan yang dipermasalahkan yaitu menurut keinginan, kebutuhan dan kepentingan atau minat seseorang yang diwujudkan dalam kenyataan. Contoh : nilai ekonomi, maka keuntungan yang diperoleh berupa produktivitas.
4. Klasifikasi berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Klasifikasi ini menjelaskan tentang cara mengklasifikasikan nilai berdasarkan pada tipe tujuan tertentu yang akan dicapai dengan realisasi keadaan yang dinilai. Contoh : nilai tukar saham.
5. Klasifikasi nilai berdasarkan hubungan antara pengemban nilai dengan keumtumgan.
6. Klasifikasi nilai berdasarkan hubungan yang dihasilkan oleh nilai itu sendiri dengan hal-hal yang lebih baik. Contoh : sifat hemat diklasifikasikan lebih rendah daripada kemakmuran dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Hubungan antara Nilai dan Budaya
Wisnu Trihanggoro (1994:50) memberikan contoh tentang kesamaan konsep ukuran nilai yang terjadi didalam masyarakat. Misalnya kesamaan ukuran nilai sesama orang jawa dalam menilai unggah-ungguh. Kondisi demikian tentunya akan terjadi sebaliknya apabila objek yang sama dinilai oleh orang-orang yang datang dari lingkungan budaya yang berbeda.

Ilmu Pengetahuan dan Nilai Hidup
Manusia mempunyai alat-alat untuk mencapai kebenaran, sehingga kebenaran dapat diraih. Alat-alat tersebut terdiri dari kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1) Indera, merupakan kemampuan untuk menangkap kebenaran secara fisik.
2) Naluri, kemampuan untuk mempertahankan hidup.
3) Akal, kemampuan untuk memahami hubungan sebab akibat dari sebuah keputusan.
4) Rasa, kemampuan khas manusia yang berupa khayalan atau menangkap keindahan realitas.
5) Karsa, kemampuanuntuk memahami martabat kemanusiaanny sebagi makhluk kerohanian yang mengatasi kepentingan jasmaniah.

Struktur Pengetahuan Ilmiah
Analisis secara kritis ini pada hakikatnya menunjukan pada dua komponen yang membangun suatu pengetahuan ilmiah. Pertama, pikiran-pikiran dasar yang melaqndasi penyusunan suatu pengetahuan ilmiah. Kedua, tubuh pengetahuan teoritis yang dibangun atas kerangka landasan pikiran tersebut. Untuk tujuan analisis kritis sebaiknya kita menguraikan teori ilmiah kedalam dua unsure tersebut.

Dimensi Epistemologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani “episteme” yang artinya pengetahuan, dan ‘
“logos” yang artinya teori . jadi epistemologi dapat didefinisikan sebagai dimensi yang mempelajari asal mula
Pengetahuan adalah segla yang dapat diketahui manusia hasil dari proses tindakan manusia berfikir dengan melibatkan seluruh keyakinan berupa kesadaran yang ingin diketahui. Dengan demikian dapa disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses mengenal karena adanya hubungan antara subjek yang sadar akan objek yang ingin dikenal.

1. Fungsi Epistemologi
Epitemologi menjadi dasar pijakan dalam memberikan legistimasi bagi suatu “ilmu pengetahuan” untuk diakui sebagai disiplin ilmu atau menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu. Dengan demikian epistemologi juga memberikan kerangka acuan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Problematika dalam epistemologi
Pengetahuan yang berdasarkan ide (idealisme) mengandung implikasi pendekatan yang rasionalisme. Sementara rasionalisme menggunakan pendekatan empiristik. Lebih lanjut sifat metode idealisme lebih menekankan aspek deduktif yng terimplikasi dalam premis-premis, yaitu premis mayor

Pengetahuan yang berdasarkan empiris memandang pengetahuan itu dari sudut induktif, sehingga untuk mencpai kebenarannya pengetahuan didasarkan realitas

Kedua penekatan yang antagonistik itu berlanjut terus dalam sejarah filsafat walau aliran kritisme mencoba menengahinya. Kritise memandang bahwa pengetahuan rasional maupun pengetahuan empirikadalah benar dalam batas-batas tertentu.

3. Epistemologi dalam masalah akual
Landasan epistemologi ilmu adalah menyakut cara berfikir keilmuan berkenan dengan kriteria apa agar sampai pada kebenaran ilmiah. Dengan kata lain , yang dibicarakan dalam epistemologi ilmu adalah suatu cara berpikiran ilmiah. Sesuai denan perkembanganya ilmu berkembang melalui cara
a. Ilmu rasional
b. Ilmu rasional empirik
c. Ilmu rasional empirik eksperimental


Metodologi
Metode merupakan jaminan kulitas dari produk. Bahkan metode ini menjadi jaminan legitimasi dari produk. Karena itu metode juga menjadi alat atau wahana pertanggung jawaban dan nilai kualitas dari produk tersebut.

Dimensi aksiologis

Dimensi Ontologis

Istilah “Ontologi” berasal dari kata Yunani “Onto” yang berarti “Sesuatu yang sungguh-sungguh ada / kenyataan yang sesungguhnya” dan “Logis” yang berarti “Studi tentang atau studi yang membahas sesuatu”. Jadi Ontologi adalah studi yang membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Sedangkan secara termologis ontologi berarti sebagai metafisika umum yaitu cabang filsafat yang mempelajari sifat dasar dari kenyataan yang terdalam.
Ontologi memiliki 2 objek yaitu objek material ontologi yang berarti segala-galanya, yang meliputi yang ada sebagai wujud konkret maupun abstrak, inderawi maupun tidak inderawi, dan objek formal ontologi yang berarti memberikan dasar yang paling umum tiap masalah yang menyangkut manusia, dunia dan Tuhan. Dasar ontologi adalah refleksi terhadap kenyataan yang paling dekat yaitu manusia sendiri dan dunianya.
1. Fungsi Ontologi
Fungsi atau manfaat dalam mempelajari ontologi antara lain :
a. Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi atau postulat-postulat ilmu. Ilmu memiliki asumsi-asumsi, postulat-postulat yang sudah tidak dipertanyakan lagi kebenarannya. Seperti dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar ada.
b. Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif, dan koheren. Ilmuwan dalam hal ini tidak mampu mengintegrasikan pengetahuannya tersebut dengan pengetahuan ontologi membantu ilmuwan menyusun pandangan dunia yang komprehensif.
c. Ontologi membantu memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Seperti terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin biologi. Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu pemetakan batas-batas kajian ilmu.
2. Problematika Ontologi
Pada intinya problematika ontologi adalah problematika tentang ada suatu keberadaannya. Seperti masalah kuantitas (jumlah) dan susunan dari keberadaan atau eksistensi kualitas (sifat). Permasalahan inilah akhirnya melahirkan tiga aliran ontologi yaitu monoisme, dualisme dan pluralisme.
Monoisme adalah aliran ontologi yang beranggapan hakikat yang ada itu tunggal. Dualisme adalah aliran Ontologi yang beranggapan hakikat yang ada itu tunggal. Dualisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat yang tersusun ada dua unsur utama dan pluralisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat yang ada itu jamak.
Kedua, permasalahan tentang sifat atau mutu dari yang ada, melahirkan dua aliran yaitu aliran materialisme yang beranggapan hakikat yang ada bersifat spiritual atau rohaniah.
Ketiga, permasalahan tentang yang ada ditinjau dari prosesnya telah melahirkan empat aliran yaitu aliran mekanisme yaitu aliran pemikiran yang berpandangan bahwa yang ada itu bergerak berdasarkan asas-asas mekanik. Teleologisme adalah aliran pemikiran yang berpandangan bahwa segala kenyataan yang ada itu tidak semata-mata karena suatu hukum sebab-akibat, namun ada tujuan tertentu. Vitalisme yaitu aliran pemikiran yang berpandangan bahwa hakikat kenyataan tidak semata-mata terdiri dari unsur fisika kimiawi semata, namun juga ada asas hidup atau dalam istilah Bergson adanya dan vital, dan organisme adalah aliran pemikiran yang memandang kenyataan hidup merupakan suatu struktur yang dinamik.
3. Landasan Ontologi bagi Dunia Keilmuan
Secara umum relevansi ontologi bagi ilmu adalah bahwa ontologi dapat dijadikan dasar merumuskan hipotesis-hipotesis baru untuk memperbaharui asumsi-asumsi dasar yang pernah digunakan. Ontologi juga merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah.
Landasan ontologi relevan bagi dunia keilmuan dewasa ini antara memberikan landasan bagi asumsi keilmuan dan membantu terciptanya implikasi interdisipliner atau multidisipliner. Artinya ontologi membantu kenyataan. Misalnya fenomena krisis moneter yang melanda Indonesia dewasa ini yang tidak dapat ditangani oleh ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ekonomi.
Ontologi juga relevan dalam merefleksikan problem pembangunan. Pembangunan selama ini terbukti belum dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Kegagalan ini tidak terlepas dari konsep ontologi yang dilandasi konsep pembangunan di Indonesia yang lebih didominasi oleh pandangan positivitik. Refleksi dalam hal ini membantu kita memahami kenyataan yang tidak semata-mata seperti yang digambarkan oleh positivisme tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa dimensi ontologi merupakan bagian dari kajian ilmu pengetahuan tentang eksistensi ilmu pengetahuan. Dimensi ontologi memberikan dasar yang damental terhadap konsistensi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Landasan ontologi membawa implikasi bagi landasan Epistemologi dan Aksiologi. Ketiga landasan ini senantiasa terkait dan saling mempengaruhi.

DIMENSI KEILMUAN

A. Hakikat Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan pada awalnya suatu sistem yang dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannya, serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam rangka strategi hidupnya. Ilmu pengetahuan pada awalnya diciptakan dan dikembangkan untuk membuat hidup manusia lebih mudah dan lebih nyaman untuk dinikmati, artinya ilmu diciptakan dan dikembangkan sebagai sarana untuk membantu manusia meringankan beban kehidupannya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, khususnya pada abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, ilmu tidak lagi sebagai sarana kehidupan bagi manusia, tetapi telah menjadi substantif yang menguasai kehidupan umat manusia baik secara ekstensif maupun intensif. Cara kerja ilmu adalah cara kerja berpikir manusia yang mempertanyakan tentang seluk-beluk ilmu pengetahuan. Manusia berpikir maka manusia menguasai ilmu. Ilmu berkembang dan makin bermanfaat bagi manusia berkat kemampuan manusia. tanpa kemampuan berpikir manusia, maka ilmu tidak mungkin tumbuh, berkembang, dan bermanfaat. Selain manusia dikaruniai akal untuk berpikir, manusia dikaruniai hasrat ingin tahu dan rasa ketidakpuasan. Hasrat ini diwujudkan dengan bertanya-tanya tentang dunia. Bertanya adalah wujud dari rasa ingin tahu.

Melalui sejarah perkembangan ilmu, kita dapat memahami makna kehadiran ilmu bagi umat manusia. Sejarah perkembangan ilmu itu sendiri merupakan suatu tahapan yang terjadi secara periodik. Setiap periode menampilkan cirri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Mohammad Hatta menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu lahir karena manusia dihadapkan pada dua masalah, yaitu alam luaran (kosmos) dan soal sikap hidup (etik). Ilmu-ilmu alam senantiasa memandang alam dari satu jurusan melalui ukuran atau metode dan saran tertentu dengan peninjauan tertentu pula. Ilmu alam mencari keterangan mengenai benda-benda di alam yang dapat diketahui dengan pancaindera. Cabang-cabang ilmu alam muncul pertama kali adalah ilmu perbintangan (astronomi) disusul matematik yang merupakan sarana berpikir. Kemudian disusul ilmu fisika, kimia, botani zoology, ilmu bumi dan lain-lain. Pada awalnya ilmu-ilmu itu hanya bersifat teoritik, manusia semata-mata ingin mengetahui sifat-sifat benda dan kodrat alam. Ketika manusia menerapkannya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam kehidupannya, maka timbullah ilmu-ilmu praktik seperti: teknik, agraria, kedokteran, dan lain-lain. Ilmu sosial timbul karena manusia menyadari akan adanya masalah dalam hubungan manusia di dalam suatu masyarakat.

Seorang berfilsafat diumpamakan seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. ia ingin melihat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya, kaitan ilmu dengan moral, dan kaitan ilmu dengan agama. Karakteristik berpikir filsafat yang kedua adalah sifat mendasar. Dia tidak percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Apakah criteria kebenaran itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti sebuah lingkaran yang melingkar. Lalu bagaimana menentukan titik awal untuk membuat lingkaran tersebut? Dalam hal ini kita hanya berspekulasi. Inilah cara berpikir filsafat yang ketiga, yaitu spekulatif. Pada tataran ontology, ilmu pengetahuan adalah hasil proses kegiatan refleksi ilmuan atau pemikir dalam mengahadapi masalah yang menyangkut dirinya sendiri maupun lingkungannya.

Sarana berpikir filsafat berupa pertanyaan reflektif untuk mempertanyakan kembali jawabannya. Ada beberapa macam proses kegiatan refleksi, yaitu;
1. Kegiatan refleksi spekulatif, merupakan kegiatan pokok dalam berfilsafat. Berarti membuat dugaan-dugaan yang masuk akal yang dapat dipertanggung-jawabkan mengenai sesuatu yang tidak berdasarkan bukti. Ini merupakan kegiatan akal manusia yang dengan melalui kemampuannya dalam imajinasi yang berdisiplin untuk menghadapi secara efektif persoalan-persoalan filsafat yang menantang akal.
2. Kegiatan refleksi deskripsi, adalah suatu uraian yang terperinci mengenai suatu yang terdiri dari aspek-aspeknya yang penting. Berarti memberikan keterangan bagaimana hal itu terjadi. Dengan demikian keterangan dapat dipandang sebagai tujuan langsung dari suatu deskripsi.
3. Kegiatan refleksi analisis, dimaksudkan sebagai penjelasan arti istilah-istilah yang menjadi dasar pada penyelidikan filsafat. Gilbert Ryle dan Moris Schlick menganggap analisis sebagai fungsi yang tunggal dan menyeluruh dari filsafat harus didefinisikan sebagai pencarian arti atau kegiatan menemuksn srti. Menurut konsepsinya filsafat adalah suatu kegiatan, kegiatan mental tentang penjelasan gagasan-gagasan dengan suatu analisis terhadap arti-arti.
4. Kegiatan refleksi evaluasi, merupakan penaksiran tentang sifat nilai yang melekat pada suatu hal. Memberi nilai berarti menetapkan patokan-patokan nilai dan pertimbangannya. Hasil-hasil pertimbangan tersebut menjadi pedoman bagi pilihan-pilihan yang dibuat oleh manusia.
5. Kegiatan refleksi komprehensif, adalah kegiatan mengerti dengan sungguh-sungguh tentang masalah, fakta, dan gagasan. Pemahaman dapat dicapai melalui lima cara, yaitu (1) menyatukan dan menghubung-hubungkan berbagai fakta atau gagasan, (2) mendeduksikan sesuatu dari premis-premis, (3) menyesuaikan berbagai fakta baru dengan pengetahuan yang mapan, (4) meninjau gagasan dalam hubungannya dengan ketepatan dan kepentingannya, dan (5) menghubungkan suatu fakta dengan sesuatu yang diketahui, universal, dan terikat pada kaidah.
6. Kegiatan refleksi penafsiran, merupakan kegiatan akal untuk memberikan arti pada pengalaman manusia. Tujuannya adalah dapat dipahaminya sesuatu yang dialami manusia. Melalui penafsiran dan mungkin penafsiran kembali suatu pengalaman atau peristiwa dapat memperoleh pemahaman rasional yang sempurna, dapat dinilai secara benar.

Semua kegiatan refleksi yang sudah dikemukakan itu merupakan aspek ontologi dari ilmu pengetahuan baik sebagai proses proses maupun sebagai produk. Secara sederhana, ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan. Tetapi kumpulan pengetahuan tidak sama dengan ilmu pengetahuan. Hanya kumpulan pengetahuan yang memiliki syarat-syarat tertentu yang dapat dikatakan ilmu pengetahuan. Mencari ilmu secara jelas dan khas merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh para ilmuan untuk memperoleh pengetahuan. Rangkaian aktivitas ini menggunakan pikiran yang menyangkut pengertian dan pemahaman, serta mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang mengarahkan aktivitas. Tujuan umum yang ingin dicapai oleh para ilmuan adalah mencapai kebenaran mengenai sesuatu hal. Kebenaran tersebut bagi para ilmuan akan memberikan pemahaman mengenai alam semesta, tentang dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat. Ilmu juga diarahkan pada tujuan penerapan, yaitu melaksanakan berbagai pengetahuan yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Ada tiga arti mengenai ilmu pengetahuan, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan sebagai produk adalah pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenaranya oleh masyarakat ilmuan. Pengetahuan ilmiah terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan-kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, atau dibantah oleh seseorang.
2. Ilmu pengetahuan sebagai proses adalah kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang dipakai adalah analisis rasional objektif, sejauh mungkin bersifat impersonal dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang diamati.
3. Ilmu pengetahuan dalam masyarakat adalah dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan, yaitu universal, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme. Universal berarti bahwa ilmu pengetahuan itu bebas dari warna kulit, ras, keturunan maupun keyakinan agama. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik masyarakat. Tanpa pamrih berarti ilmu pengetahuan bukan propaganda. Skeptisisme yang teratur berarti keinginan untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada nalar dan keteraturan berpikir.

Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu pengetahuan, yaitu; (1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya system dalam penelitian maupun harus tersusun logis. (2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan. (3) Universal ilmu pengetahuan. (4) Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif. (5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. (6) Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi. (7) Kritis, artinya tidak ada teori terbuka bagi ilmiah yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru. (8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.

Filsafat ilmu merupakan telaahan melalui proses tanya jawab secara radikal tentang ilmu. Misalnya :
Apakah bahsa itu? Bagaimana wujud hakiki dari bahasa? Bagaimana jenis dan ragam bahasa? terdiri dari unsure apa sajakah bahasa? Bagaimana bagian-bagiannya?
Apakah bahasa wujud yang dapat diajarkan? Bagaimana memahami kemahiran bahasa sebagai sarana dan bahasa sebagai ilmu? Bagaimana pendekatan< metode, dan cara mempelajari bahasa?
Untuk apa bahasa dipelajari dan apa manfaat ilmu bagi manusia? Apakah dengan kemahiran bahasa, manusia dapat menjadi sejahtera, dan masyarakat menjadi aman atau bahkan sebaliknya menjadi tidak aman?

Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat dikelompokkan berdasarkan ntingkat jawaban yang hendak diperolehnya, karena studi ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh hakikat jawaban tertentu. Kelompok pertanyaan pertama bertujuan menggali dan memperoleh jawaban tentang apa adanya, baik syarat maupun hakikat adanya sesuatu, tentang keberadaan sesuatu. kelompok pertanyaan kedua hendak menggali hakikat cara bagaimana ilmu pengetahuan itu berkembang, dipelajari, dan dimanfaatkan. Kelompok pertanyaan ketiga hendak mendalami persoalan nilai, manfaat, dan kaidah moral keilmuan bagi manusia. Dengan bahasa sederhana dapat disebutkan yang pertama dimensi tentang ada atau apanya, yang kedua dimensi tentang bagaimana, dan yang ketiga dimensi tentang nilai atau manfaatnya. Istilah filsafatnya dimensi ontologi, dimensi epistemology, dan dimensi aksiologi. Kata dimensi digunakan untuk menunjukkan sudut pandang terhadap sesuatu.

KONSEP SERTA PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG BERMAKNA DI PERGURUAN TINGGI

A. Pendahuluan
Dosen mempunyai peran dan kedudukan strategis dalam keseluruhan proses pendidikan, terutama dalam pendidikan formal, bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. Sehubungan dengan ini, G.F. Moody (Rochman Natawidjaja, 31:1988) mengemukakan pendapatnya, bahwa sesungguhnya keberhasilan dari suatu masyarakat yang teratur sangat bergantung kepada dosen.
Dosen bukan sekadar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai penerap metode mengajar, melainkan dosen adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan mahasiswa. Sehubungan dengan ini, H.W. Bernard (Rochman Natawidjaja, 32:1988) menyatakan, bahwa pribadi dosenlah yang menentukan mutu dan arah pertumbuhan mahasiswa.
B. Konsep serta Peran Bimbingan dan Konseling dalam Proses Belajar Mengajar yang Bermakna
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan perguruan tinggi. Jadi, bimbingan dan konseling itu merupakan salah satu tugas yang seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidik yang bertugas di perguruan tinggi termasuk dosen.
Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah suatu proses pemberian bantuan kepada mahasiswa yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mahasiswa tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan kampus, keluarga, serta masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Peran bimbingan dan konseling itu merupakan kompetensi penyesuaian interaksional yang merupakan kemampuan dosen untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik mahasiswa dan suasana belajar mahasiswa.
1. Peran Bimbingan dalam Kegiatan Belajar Mahasiwa
Perlakuan dosen yang dikemukakan tersebut merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar mahasiswa. Unsur lainnya, diantaranya, yaitu tujuan, pribadi siswa, dan fasilitas lainnya. Kegiatan belajar mahasiswa merupakan perpaduan semua unsur yang dimaksud. Keberhasilan belajar mungkin akan kurang, apabila salah satu dari unsur itu tidak memadai keadaanya.
Pribadi dosen, dalam hal ini mencakp pandangannya tentang mengajar, kekuatan pribadinya, serta pandangan dan filsafat hidupnya. Dalam hal ini, termasuk pandangan dan kepeduliannya tentang bimbingan.
2. Peran Bimbingan dalam Interaksi Dosen Mahasiswa dalam Proses Belajar Mengajar.
Dalam keseluruhan transaksi mengajar (proses belajar mengajar) itu terdapat tiga aspek perbuatan pokok yang selalu terjadi, yaitu pengajaran (instruction), kepemimpinan (leadership) dan penilaian (evaluation). Dalam kepemimpinan, ada unsur pokok peran bimbingan, yaitu memberi kemudahan (facilitation) dan pemeliharaan (maintenance).
Dalam proses belajar-mengajar, hendaknya dosen memelihara iklim psikologis kelas supaya terjadi suasana gembira, bersemangat kerja, berkompetisi secara sehat, tiada tekanan serta terpupuk keinginan untuk maju dan berprestasi.
3. Peran Bimbingan dalam Interaksi Manusiawi
James E. Weigand berpendapat, bahwa proses belajar mengajar terpusat pada diri mahasiswa dengan membangun kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan, serta memanfaatkan kompetensi dosen, terarah pada pendidikan yang mempribadi (personalizing education) melalui interaksi manusiawi antara mahasiswa dan dosen.
Kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan itu dikhususkan pada unsur-unsur berikut :
a. Kebebasan untuk menjelajah (explore)
Suasana belajar yang baik memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan dan cara yang bervariasi.
b. Waktu yang cukup untuk menjelajah
Kecukupan waktu ini disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Kondisi ini sangat penting, mengingat bahwa proses belajar itu menyangkut proses berpikir, dan proses berpikir itu memerlukan waktu.

c. Pemanfaatan dan penerimaan terhadap jawaban yang salah
Seorang mahasiswa yang memberikan jawaban salah kepada dosen, dan secara langsung disalahkan dan ditolak oleh dosen, cenderung mengalihkan kegiatannya ke luar proses belajar dan keluar interaksi belajar mengajar.
Sebaliknya apabila jawaban yang salah itu diterima dan dikejar dengan suatu pertanyaan tambahan, maka mahasiswa akan segera mengetahui kesalahannya, kemudian menemukan sendiri jawaban yang benar.
d. Tidak terlampau peduli (lesser concern) terhadap kurun waktu belajar.
Banyak dosen yang terlalu ketat terikat pada waktu yang tersedia untuk belajar dan cenderung untuk mengakhiri kegiatan belajar tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan setiap mahasiswa memiliki kecepatan belajar sendiri-sendiri.
e. Tidak terlampau peduli terhadap verbalisasi
Dalam menilai keberhasilan mahasiswa belajar, seharusnya seorang dosen tidak terjebak oleh kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi secara verbal. Kemampuan tersebut memang penting dan merupakan alat untuk menyatakan hasil belajar, sekaligus merupakan salah satu hasil belajar.
Siswa yang tidak mampu menyatakan pikirannya dengan kata-kata yang memadai, pada umumnya mempergunakan komunikasi non verbal (body language). Oleh karena itu, seyogyanya dosen memahami komunikasi non verbal.
Wahana yang efektif untuk dapat terpadunya pengembangan kondisi belajar dan penerapan kompetensi untuk menunjang kelestarian hasil belajar pada diri mahasiswa ialah interaksi manusiawi di antara mahasiswa dan dosen. Interaksi manusiawi dapat menjadikan pengajaran sebagai pendidikan yang mempribadi.
Pendidikan mempribadi ini berasumsi bahwa hasil pengajaran atau pendidikan bukan hanya berupa kepatuhan akan kaidah dan peraturan yang diajarkan, atau identifikasi terhadap perilaku pendidiknya, melainkan sampai pada internalisasi norma dan nilai yang diinginkan.

RAGAM BIMBINGAN

A. Ragam Bimbingan Menurut Masalah
Dari maslaah individu ada empat jenis bimbingan, yaitu : bimbingan akademik, bimbingan sosial pribadi, bimbingan karier, dan bimbingan keluarga
1. Bimbingan Akademik
Bimbingan akademik, yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapidan menyelesaikan masalh-masalah akademik yang termasuk masalah-masalh akademik, yaitu pengenalan kurikulum, emilihan jurusan/cara belajar, penyelesaian tugas-tugas dan latihan, pencarian serta penggunaan sumber belajar, perencanaan pendidikan lanjutan dan lain-lain.
Bimbingan dilakukan dengan cara mengembangkan suasana belajar-mengajar yang kondusif agar tehindar dari kesulitan belajar.
2. Bimbingan sosial pribadi
Bimbingan social pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam menyelesaikan masalah-masalah social pribadi yang termasuk maslah-aslah social pribadi adalah maslaah ubungan dengan sesame teman, dosen, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, serta penyelesaian konflik.
Bimbingan diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan system pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan social pribadi.
3. Bimbingan karier
Bimbingan karier yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah karier, seprti pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri, pemahaman kondisi lingkungan, perencanaan dan pengembangan karier, penyesuaian pekerjaan dan penyelesaian masalah-masalah karier yang dihadapi.
Bimbingan karier juga merupakan layanan pemenuhan kebutuhan perkembangan individu sebagai bagian integral dari program pendidikan. Bimbingan karier membantu individu mempersiapkan pekerjaan/jabatan, membantu individu pada saat bekerja, dan membantu individu setelah pensiun dari pekerjaan. Dengan layanan bimbingan karier, individu mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya sehingga mampu mewujudkan dirinya secara bermakna.
4. Bimbingan keluarga
Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara prduktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, sertaberperan/berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.
Bimbingan keluarga juga membantu individu yang akan berkeluarga memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga sehingga individu siap menghadapi kehidupan berkeluarga.

B. Ragam Layanan Bimbingan
Dalam bimbingan dan konseling dibedakan empat jenis layanan utama, yaitu layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan system.
1. Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu para individu mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan.
Contoh isi layanan dasar bimbingan untuk orang dewasa, yaitu :
a. Memiliki tanggungjawab social dan kewarganegaraan secara lebih dewasa
b. Membantu anak-anak dan pemuda khususnya anak kandungnya sendiri agar berkembang menjadi orang dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab
c. Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya bersama orang dewasa lain
2. Layanan responsive adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh individu saat ini. Isi layanan responsive adalah :
a. Bidang pendidikan, mengatasi masalah kesulitan dalam memilih pendidikan, jurusan, program studi yang cocok dengan minat, bakat dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
b. Bidang belajar, terkait dengan mengatasi masalah kesulitan dalam belajar, mengatur cara belajar, memprioritaskan pelajaran, serta strategi dan teknik belajar.
c. Dalam bidang social, terkait dengan mengatasi masalah kesulitan dalam hubungan social, kesulitan menyesuaikan dengan lingkungan keluarga, tetangga, teman, sekolah dan masyarakat.
d. Dalam bidang pribadi, terkait dengan mengatasi maslah kesulitan dalam mengatasi konflik internal pribadi, kesulitan dalam mengambil keputusan, dan k esulitan dalam mengendalikan diri serta mengarahkan diri.
e. Dalam bidang karier, terkait dengan mengatasi maslah kesulitan dalam memilih pekerjaan yang cocok dengan minat, keahlian dan cirri-ciri kepribadian lainnya.
3. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu individu membuat dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karier, dan social p ribadinya.
Isi layana perenecanaan individual adalah :
a. Bidang pendidikan dengan topik-topik belajar yang efektif, belajar memantapkan program keahlian yang sesuai dengan bakat, minat dan karakteristik kepribadian lainnya.
b. Bidang karier dengan topik-topik mengidentifikasi kesempatan karier yang ada dilingkungan masyarakat, mengembangkan sikap positif terhadp dunia kerja dan merencanakan kedhiupan kariernya.
c. Bidang sosial-pribadi dengan topik mengembangkan konsep diri yang positif, mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial yang tepat, belajar menghindari konflik dengan teman dan belajar memahami perasaan orang lain.
4. Dukungan system
Adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional; hubungan masyarakat dan staf; konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, dari masyarakat yang leih luas; manajemen program; serta penelitian dan pengembangan.
a. Layanan Pengumpulan data
Dalam layanan in, semua data tentang individu beserta latar belakangnya dibimpun dan didokumentasikan. Data dihimpun dari berbagai sumber dengan menggunakan angket. Wawancara, observasi, studi documenter, dan tes
Data yang dihimpun di antaranya data pribadi, keluarga, sosial, budaya, agama, status ekonomi, prestasi, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, ketahanmalangan, ketekunan, kerjainan, dan sebagainya.
b. Layanan Informasi
Layanan informasi merupakan layanan member informasi yang dibutuhkan oleh individu. Tujuan layanan ini adalah agar individu memiliki pengetahuan (informasi) yang memadai, baik tentang dirinya maupun tentang lingkungannya, lingkungan perguruan tinggi, masyarakat, serta sumber-sumber belajar termasuk internet. Informasi yang diperoleh individu sangat diperlukan agar individu lebih mudah dalam membuat perencanaan dan mengambil keputusan.
c. Layanan Penempatan
Layanan p enempatan merupakan layanan untuk mebantu individu dala meperoleh tempat bagi pengembangan potensi yang dimilikinya. Tujuan layanan ini adalah agar setiap individu dapat megnembangkan diri secara optimal sesuai dengan potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Setia individu diharapkan menempati kelompok, jurusan, program studi, serta saluran kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan segala kemampuan pribadinya.
d. Layanan Konseling
Layanan konseling merupakan layanan untuk membantu individu menyelesaikan masalah-maslah, terutama maslah sosial-pribadi yang mereka hadapi. Layanan konseling ini dilakukan melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli. Konselor memfasilitasi lingkungan psikologis konseli sehingga konseli dapat mengembangkan potensinya sebaik mungkin dan mampu mengatasi maslah yang dihadapinya sebaik mungkin.
e. Layanan Referal
Layanan referral merupakan layanan untuk melimpahkan maslah yang dihadapi individu kepada pihak lain yang lebih m ampu dan berwenang apabila maslah yang ditangani pembimbing di luar kemampuan dan kewenangan personal pemberi bantuan yang ada.
f. Layanan Evaluasi dan TIndak Lanjut
Untuk menilai pelaksanaan dan keberhasilan layanan bimbingan yang diberikan, diadkan evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diadakan upaya-upaya tindak lanjut untuk menyempurnakannya.
Layanan evaluasi ini menyangkut evaluasi proses ataupun evaluasi hasil pelaksanaan bimbingan. Evaluasi proses menilai sejauh mana keterlaksanaan program bimbingan dan konseling itu didukung atau tidak oleh komponen-komponen yang terkait dengan sumber pelaksana, biaya, fasilitas, dan manajemen.

C. Ragam Pendekatan Bimbingan
Dilihat dari pendekatannya, bimbingan dibedakan atas empat pendekatan yaitu; (1) Pendekatan krisis; (2) Pendekatan remedial; (3) pendekatan preventif; dan (4) pendekatan perkembangan.
1. Pendekatan Krisis
Pendekatan krisi disebut juga pendekatan kuratif merupakan upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisi atau masalah. Bimbingan ini bertujuan mengatasi krisi atau maslah=-maslah yang dialami individu. Dalam pendekatan krisis pembimbing menunggu individu yang dating. Selanjutnya, mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan individu.
2. Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial merupakan pendekatan bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami kelemahan atau kekurangan. Tujuan bimbingan ini adala untuk memantu memperbaiki kekurangan/ kelemahan yang dialami individu. Dalam pendekatan ini, pembimbing memfokuskan tujuannya pada kelemahan-kelemahan individu dan selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
3. Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif merupakan pendekatan yang diarahkan pada antisipasi maslah-masalah umum individu, mencegah jangan sampai masalah tersebut menimpa indivd\idu. Pembimbing memberikan bebrapa upaya, seperti informasi dan keterampilan untuk mencegah masalah tersebut.
4. Pendekatan perkembangan.
Pendekatan perkembangan menekankan pada pengembangan potensi dan kekuatan yang ada pada individu secara optimal. Dalam pendekatan ini, layanan bimbingan diberikan kepada semua individu, bukan hanya pada individu yang menghadapi masalah. Bimbingan perkembangan dapat dilaksanakan secara individual, kelompok, bahkan klasikal melalui layanan pemberian informasi, diskusi, proses kelompok, serta penyaluran bakat dan minat.
D. Ragam Teknik Bimbingan
Ada beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan individu, yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mengajar bernuasnsa bimbingan.
1. Konseling
Konseling m erupakan bantuan yang bersifat terapeutik yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku individu. Konseling dilaksanakan melalui wawncara (konseling) langsung dengan individu. Konseling ditujukan kepada individu yang normal, bukan yang mengalami kesulitan kejiwaan, melainkan hanya mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dalam pendidikan, pekerjaan, dan k ehidupan sosial.
Dalam konseling berisi proses belajar yang ditujukan agar konseli (individu) dapat mengenal diri, menerima, mengarahkan, dan menyesuaikan diri secara realistis dalam kehidupannya di kampus ataupun luar kampus. Dalam konseling tercipta hubungan pribadi yang unik dan khas dengan hubungan tersebut individu diarahkan agar dapat membuat keputusan, pemilihan, dan rencana yang bijaksana, serta dapat berkembang dan berperan lebih baik di lingkungannya.
2. Nasihat
Nasihat merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat diberikan oleh konslor ataupun pembimbing. Pemberian nasihat hendaknya memerhatikan hal-hal sebagi berikut.
a. Berdasarkan masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh klien (individu),
b. Diawali dengan menghimun data yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi,
c. Nasihat yang diberikan bersifat alternative yang dapat dipilih oleh individu, disertai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan.
d. Hendaknya, individu mau dan mampu mempertanggungjawabkan keputusan yang diambilnya.
3. Bimbingan kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas maslaah-maslah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.
Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2 – 6 orang), kelompok sedang (7 – 12 orang), dan kelompok besar (13 – 20 orang) atau kelas (20-40 orang). Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri.
4. Konseling kelompok
Konseling kelopok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian k emudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat pencegahan dalam arti, bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secar wajar dalam masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelehaman dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat member k emudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti member kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya.
Individu dalam konseling kelompok pada dasarnya adalah individu normal yang memiliki berbagai kepedulian dan kemampuan, serta persoalan yang dihadapi bukanlah gangguan kejiwaan yang tergolong sakit, hanya kekeliruan dalam penyesuaian diri.
5. Mengajar bernuansa bimbingan
Bimbingan waktu mengajar yang dapat dilakukan oleh dosen berupa menjelaskan tujuan dan manfaat perkuliahan, cara belajar, mata kuliah yang diberikan, dorongan untuk berprestasi, membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi individu, penyelesaian tugas, merencanakan asa depan, memberikan fasilitas belajar, member kesempatan untuk berprestasi, dan lain-lain.
Secara umum, bimbingan yang dapat diberikan guru/dosen sambil mengajar adalah (1) mengenal dan memahami individu secara mendalam; (2) memberikan perlakuan dengan memerhatikan perbedaan individual; (3) memperlakukan individu secara manusiawi; (4) member kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal; dan (5) menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
Suasana kelas dan proses belajar-mengajar yang menerapkan prinsip-prinsip/bernuansa bimbingan tampak sebgai berikut.
a. Tercipta iklim kelas yang permisif, bebas dari keegagan dan menemakan individu sebagai subjek pengajaran.
b. Adanya arahan/orientasi agar terselenggaranya bealjar yang efektif, baik dalam bidang studi yang diajarkannya, maupun dalam keseluruhan perkuliahan.
c. Menerima dan memperlakukan individu sebagi individu yang mempunyai harga diri dengan memahami kekurangan, kelebihan, dan masalah-masalahnya.
d. Mempersiapkan serta menyelenggarakan perkuliahan sesuai denga kebutuhan dan kemampuan individu.
e. Membina hubungan yang dekat dengan individu, menerima individu yang akan berkonsultasi dan meminta bantuan.
E.

Strategi dan Intervensi Konseling

A. Konseling sebagai profesi bantuan
Konseling adalah bantuan. Profesi bantuan ini terdiri atas profesional. Tiap-tiap profesional menyesuaikan kebutuhan khusus pribadi atau masyarakat. Beberapa profesi bantuan diidentifikasikan sebagai profesional bantuan, seperti psikieater, psikolog, konselor profesional, ahli terapi keluarga dan perkawinan, serta pekerja sosial.
Proses bantuan ini mempunyai beberapa dimensi. Dimensi pertama adalah kondisi-kondisi yangf mendasari bantuan. Dimensi kedua adalah prakondisi yang mengarahkan seseorang pribadi (klien) mencari bantuan dan pribadi yang lain (konselor) memberikan bantuan. Dimensi ketiga adalah hasil dari interaksi diantara dua orang pribadi.
Karaketristik-karakteristik klien meliputi :
1. Ketrampilan-ketrampilan pengushaan.
2. Kemampuan-kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Konsep diri
4. Temperamen.
5. Pengalaman-pengalaman interpersonal.
Orang yang memberikan bantuan meliputi :
1. Psikiater
2. Psikolog
3. Pekerja sosial
4. Ulama
5. Pendeta nasrani
6. Pendeta yahudi
Konselor di sekolah meliputi :
1. Sekolah dasar
2. Sekolah menengah
3. Sekolah atas
Konselor sekolah dasar banyak memfokuskan pada kegiatan kerjasama dengan staf pengajar untuk menciptakan lingkungan psikologis yang sehat utnk anak-anak di sekolah. Konselor menengah banyak menghabsikan waktunya dengan anak-anak, baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan konselor sekolah atas banyak memfokuskan pada perencanaan karier dan studi di perguruan tinggi, maslah hubungan pribadi, masalah keluarga, dan masalah identitas pribadi.
Konseling yang dilakukan konselor di perguruan tinggi antara lain :
1. Konseling karier
2. Konseling penyesuaian pribadi
3. Konseling krisis
4. Konseling penyalahgunaan obat
Konseling dalam setting masyarakat biasanya dilakukan oleh pekerja sosial atau konselor kesehatan mental. Masalah yang ditangani sebagian besar perkenaan dengan kesehatan mental. Klien yang ditangani meliputi :
1. Anak-anak
2. Remaja
3. Orang tua
4. Pasangan suami istri
5. Keluarga
Konseling dalam setting agama, biasanya dilakukan oleh konselor agama. Mereka berkeyakinan, bahwa masalah-masalah manusia arus ditelaah dalam konteks keyakinan dan nilai agama.
Konseling profesional memiliki empat unsur, yaitu :
1. Kualitas-kualitas pribadi konselor
2. Ketrampilan-ketrampilan antar pribadi yang dimiliki konselor
3. Ketrampilan-ketrampilan membedakan dan konseptualisasiyang dimiliki konselor
4. Ketrampilan-ketrampilan intervensi yang dimiliki konselor
Konselor profesional itu biasanya dididik oleh program-program pendidikan tertinggi seingkat master. Mereka melakukan program-program pelatihan dan diperkenalkan dengan berbagai profesi bantuan, setting bantuan, populasi, dan etika profesional.

B. Hubungan Bantuan ( Konseling)
Keberhasilan dalam konseling banyak ditentukan oleh kualitas hubungan. Rogers mengatakan, bahwa dalam hubungan bantuan terdapat kondisi-kondisi penting untuk terjadinya perubahan kepribadian yang positif. Kondisi-kondisi tersebut mengarah pada karaktersitik hubungan antar pribadi yang konstruktif. Kondisi-kondisi tersebut yaitu :
1. Empeti Yang tepat
2. Pengahrgaan positif tanpa syarat
3. Keaslian
Pengungkapan diri mengenai perasaan, ide, pemikiran, dan pengalaman konselor agar klien memahami bahwa konselor juga manusia, tidak saja berperan sebagai konselor. Pengungkapan diri ini hendaknya dilakukan secara tepat. Terdapat beberapa jenis pengkupan diri, yaitu :
1. Pengungkapan diri tentang masalah-masalah konselor diri.
2. Pengungkapan diri tentang fakta-fakta peran konselor
3. Pengungkapan diri tentang reaksi-reaksi diri terhadap klien.
4. Pengungkapan diri tentanf reaksi-reaksi konselor terhadap hubungan antara konselor dan klien.
Hendaknya, konselor menjadi pribadi yang intensional atau pribadi yang berfungsi penuh, yakni mempunyai kemampuan, mampu mengahsilkan alternatif perilaku-perilaku bantuan dalam berbagai situasi, mempunyai beberapa alternatif cara bantuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien pada saat sekarang, dan mampu mengembangkan tujuan-tujuan konseling.

C. Attending terhadap Klien
Konselor harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlakukan dalam proses konseling. Salah satu ketrampilan itu adalah attending. Attending terhadap klien adalah kemampuan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian terhadap klien. Ketrampilan attending ini berupa perilaku verbal maupun nonverbal yang tepat secara budaya yang berfungsi melibatkan klien dalam proses konseling.
Perhatian tiu dikomunikasikan terutama melalui tiga saluran, yaitu :
1. Ekspresi muka
2. Posisi dan gerakan tubuh
3. Responsi verbal
Cara-cara komunikasi tersebut merupakan tanda untuk klien mengenai tingkat penerimaan, persetujuan, penolakan, atau pengabaian yang dihubungkan dengan perilaku penguatan .

Bahasa badan muka ini meliputi :
1) Kontak mata
2) Anggukan kepala
3) Animasi.
Kontak mata yang baik lebih memudahkan komunikasi antara klien dan konselor. Anggukan kepala menunjukan kepada klien bahwa konselor sedang mendengarkan dan memperhatikan. Animasi adalah manipulasi otot wajah untuk menghasilkan senyum, kerutan dahi, pengabaian dan sebagainya. Animasi dalam ekspresi muka ini memberikan kesan kepada klien bahwa konselor itu merespons terhadap komunikasi yang berjalan.

D. Pemahaman Pola-Pola Komunikasi
Ada beberapa pola komunikasi dalam proses konseling. Sebagian mengambil pada komunikasi bentuk ritual, sementara yang lain mengambil pola komunikasi responsif atau interaktif. Bagi konselor pemula, kondisi diam dapat menjadikan ketakutan. Konselor bertanggung jawab agar klien mau berbicara. Konselor dapat menggunakan diam itu sebagai teknik konseling dan sebagai cara untuk merespons terhadap klien. Dalam diam inilah klien mengintegrasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam konseling ke dalam sistem yang ada pada dirinya.

E. Pengelolaan Kegiatan Konseling
Wawancara pertama dengan klien mempunyai dinamika khusus. Wawancara pertama ini merupakan awal dari potensi hubungan yang signifikan. Dalam wawancara pertama ini harapan, kekhawatiran dan keberatan, kesadaran dan ketidaksadaran semunya berpengaruh pada kegiatan konseling. Menghadapi kondisi seperti ini, konselor memilih salah satu dari dua kemungkinan, yaitu konselor bekerja dengan dinamika hubungan yang ada atau menciptakan kegiatan awal ini dengan wawancara yang menghasilkan dan mengumpulkan informasi yang diperlukan tentang klien. Jika konselor memfokuskan pada dinamika antarpribadai pada wawancara pertama, maka dalam wawancara kedua dan ketiga, konselor harus mengumpulkan informasi. Apabila konselor menggunakan kegiatan wawancara awal ini untuk menghasilkan informasi, maka selanjutnya harus memulai untuk memahami dinamika hubungan.

Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan konseling awal ini, yaitu :
1. Mengurangi kecemasan klien
2. Menahan diri untuk tidak berbicara terlalu banyak
3. Mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan klien dan berusaha utuk menata kembali kata-kata yang dijelaskan oleh klien
4. Menyadari bahwa yang dipilih klien itu merupakan topik utama untuk saat ini.
Dalam membuka wawancara, konselor secara singkat memperkenalkan diri disertai dengan senyum dan mempersilahka klien untuk mengambil tempat duduk. Setelah memperkenalkan diri, konselor memberikan kesempatan pada klien untuk berbicara atau koselor memberikan informasi kepada klien tentang sruktur konseling yang meliputi sifat, batas-batas, peran-peran, dan tujuan-tujuan dalam hubungan konseling.
Konselor pemula sering tidak yakin kapan mengakhiri wawancara, mereka merasa siap untuk mengakhiriranpa memikirkan apakah klien sudah siap atau belum. Benjamin mengidentifikasikan dua faktor dasar untuk menutup proses wawancara, yaitu :
1. Konselor dan klien menyadari bahwa wawancara sudah saatnya ditutup.
2. Penghentian wawancara itu dikaitkan dengan kesiapan untuk melaksanakannya, selanjutnya tidak ada materi baru yang dikemukakan atau didiskusikan pada fase wawancara. Apabila klien tiba-tiba mengemukakan topik baru pada saat wawancara berakhir, maka konselor lebih baik menganjurkan pembahasan materi baru itu dilakukan pada wawancara berikutnya manakala mempunyai waktu banyak.
Hubungan konseler itu berakhir apabiala :
1. Kontrak konseling berakhir
2. Tujuan klien tercapai
3. Hubungan konseling tampak tidak bermanfaat
4. Kondisi-kondisi kontekstual berubah, contohnya lokasi klien atau konselor berubah.

F. Responding terhadap Isi Kognitif
Respon konselor terhadap klien dapat berupa respons verbal dan nonverbal. Oleh sebab itu konselor harus mampu merespons secara tepat isi kognitif yang dikemukakan oleh klien. Tugas konselor adalah mngidentifikasi secara tepat jenis-jenis isi yang dikemukakan oleh klien dan mengidentifikasi alternatif-alternatif respons yang dapat dilakukan.
Jenis respons yang dapat digunakan dari stimulus yang menghasilkan isi kognitif adalah :
1. Diam
2. Meminimalkan aktifitas verbal seperti kata-kata oh, mmm, ya, dan sebagainya
3. Menyatakan kembali seluruh atau sebagian apa yang dikomunikasikan klien
4. Melakukan probing, yaitu bertanya yang memerlukan jawaban lebih dari satu kata jawaban dari klien.

G. Responding terhadap Isi Afektif
Klien menggunakan seluruh car-cara verbal dan nonverbal untuk menyatakan masalh pada konselor. Emosi-emosi yang menyertai pertanyaannya menghiasi dan menggubah pesan. Isyarat-isyarat ini tidak selalu mudah dibaca.
Komunikasi-komunikasi yang mencerminkan perasaaan-perasaan itu dapat digambarkan sebagai afektif. Banyak pesan yang berisi kognitif dan afektirf. Apabila itu terjadai, pesan afektif itu mungkin tidak tampak dalm kata-kata klien, tetapi dapat dinyatakan melalui cara-cara nonverbal, seperti suara yang memuncak, kecepatan berbicara, posisi-posisi tubuh , dan bahasa badan.
Perasaan itu dapat kita idrntifikasi dalam empat bidang :
1. Kasih sayang
2. Kemarahan
3. Kekhawatiran
4. Kesedihan.
Perasaan-perasaan kasih sayang mencerminkan positif atau perasaan-perasaan baik tentang diri seseorang atau orang lain, dan menunjukkan perasaan-persaan positif tentang hubungan-hubungan antar pribadi. Perasaan positif ini dapat diklafikasikan kedalam lima bidang:
1. Kesenangan
2. Kemampuan
3. Kecintaan
4. Kebahagiaan
5. Harapan
Sedangkan kemarahan sering mencerminkan perasaan-perasan megatif tentang diri seseorang atau orang lain. Kemarahan dapat diklafikasikan kedalam empat kategori umum, yaitu :
1. Penyerangan
2. Keseraman
3. Pertahanan
4. Perselisihan

H. Membedakan Pesan Kognitif dan Afektif
Terdapat beberapa respons konselor yang bermanfaat untuk membedakan pesan kognitif atau afektif klien. Respons-respons tersebut yaitu :
1. Penekanan
2. Respons bahwa klien itu berpotensial
3. Konfrontasi
Respons konselor terhadap isi afektif itu penting, yaitu sebagai alat untuk mengurangi kecemasan klien yang selamaini terpelihara. Respons konselor terhadap isi kognitif membantu klien dalam mengembangkan dan mengekspresikan proses-proses pemikiran dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
I. Konseptualisasi (Perumusan) Masalah dan Penyusunan tujuan
Konseptualisasinmasalah ini meliputi :
1. Mengenal kebutuhan klien
2. Memahami kebutuhan klien
3. Memenuhi kebutuhan klien

Jourard mengonseptualisasikan kebutuhan ini dengan cara yang berguna untuk konseling, yaitu :
1. Kebutuhan untuk kelangsungan hidup
2. Kebutuhan fisik
3. Kebutuhan cinta dan seks
4. Kebutuhan status, sukses, dan harga diri
5. Kebutuhan kesehatan mental dan fisik
6. kebutuhan bebas
7. kebutuhan menantang
8. kebutuhan kejelasan kognitif.

Proses konseling melibatkan dua jenis tujuan yaitu : tujuan proses dan tujuan hasil akhir. Tujuan itu dikaitkan dengan menciptakan suasana-suasana yang penting untuk perubahan klien, seperti menciptakan hubungan baik.
Ada tiga unsur tujuan hasil akhir yang baik, yaitu :
1. perilaku yang diubah
2. kondisi yang mendasari perubahan
3. tingkat atau jumlah perubahan
J. Penyeleksian Strategi dan Intervensi
Dalam proses konseling, konselor harus mampu menilai perilaku dan pengaruhnya terhadap klien. Konselor harus mampu menciptakan suasana hubungan yang memudahkan.strategi-strategi ini merupakan rencana-rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan khusus konseling.
Konselor yang berpengalaman sering mendiskusikan penggunaan strategi ini bersama klien dengan maksud untuk memunculkan reaksi klien serta mengundang kerja sama klien dalam intervensi. Dalam mengevaluasi strategi, ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1. untuk apa evaluasi
2. siapa yang mengevaluasi
3. bagaimana cara mengevaluasi.
K. Penggunaan Intervensi-intervensi Konseling
Strategi-strategi atau intervensi-intervensi yang akan dijelaskan, yaitu :
1. strategi model sosial
2. strategi bermain peran dan latihan
3. strategi perubahan kognitif
4. strategi pengelolaan diri
strategi bermain peran dan latihan dapat meningkatkan perubahan perilaku melalui simulasi atau dalam pembentukan respon-respon yang diinginkan. Unsur-unsur umum dalam aplikasi strategi bermain peran dan latihan, yaitu :
1. pembentukan kembali diri seseorang, orang lain, suatu peristiwa, atau sejumlah respon oleh klien.
2. Menggunakan saat sekarang atau disini dan sekarang untuk mengadakan pembentukan kembali.
3. Umpan balik untuk klien dari konselor atau seorang asisten.
Karateristik utama strategi pengelolaan diri adalah bahwa klien mengatur strategi dan mengarahkan upaya-upaya perubahan dengan bantuan yang sedikit dari konselor. Strategi pengelolaan diri itu sangat berguna dalam kaitannya dengan sejumlah masalah klien. Tiga dari strategi pengelolaan diri yang paling berguna antara lain :
1. Pantau diri
2. Ganjar diri
3. Kontrak diri
Penelitian menunjukkan, bahwa akibat-akibat yag dihasilkan oleh pantau diri dapat lebih meningkatkan dan lebih mantap apabila pantau diri disertai dengan strategi terapeutik lain, seperti ganjar diri, hukum diri, dan kontrak diri.
L. Penerimaan dan Penggunaan Supervisi
Untuk memahami supervisi, kita perlu mengetahui apa yang terjadi dalam supervisi, siapa yang terjadi dalam supervisi, siapa yang memberikan supervisi, dan dalam konteks apa supervisi itu terjadi.
Yang menjadi fokus supervisi, yaitu :
1. Ketrampilan-ketrampilan proses konseling
2. Ketrampilan-ketrampilan kosnseptualisasi (perumusan) masalah
3. Ketrampilan-ketrampilan personalisasi
4. Ketrampilan-ketrampilan profesional.